Mendikbud: Kampus Bebas Memberikan Pendidikan Politik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menyongsong pesta politik 2014 dalam pemilihan presiden dan wakil presiden yang akan diselenggarakan pada April mendatang, perguruan tinggi diharapkan menyiapkan agenda diskusi dalam kerangka membangun kesadaran berpolitik dengan pendekatan akademik.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh memberikan kebebasan kepada setiap perguruan tinggi untuk melakukan pendidikan politik, termasuk di antaranya mengundang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menyampaikan ide dan gagasannya di dalam kampus.
”Kampus pun bisa menyampaikan pandangannya terhadap persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia kepada para calon presiden,” ujar Nuh, di kantornya, Jakarta, Senin (6/1).
Nuh menegaskan, Kemdikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) tidak pernah mengeluarkan surat edaran yang melarang kegiatan pendidikan bersifat politik di kampus.
“Kami memberikan kebebasan akademik kepada semua kampus. Kampus memiliki otonomi untuk memilih dan mengagendakan kegiatan-kegiatan akademiknya,” tegasnya sambil meluruskan pemberitaan di beberapa media massa, terkait kegiatan Debat Publik Capres Rakyat di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, yang tempatnya dipindahkan, dan diisukan karena adanya larangan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
Bukan Politik Praktis
Mengutip Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Nuh menyebutkan, perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat harus memiliki otonomi dalam mengelola sendiri lembaganya. Hal itu diperlukan agar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan mimbar akademik, serta otonomi keilmuan.
Mendikbud menjelaskan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan perguruan tinggi dalam ikut mewarnai tahun politik, di antaranya, menyiapkan agenda diskusi dalam kerangka membangun kesadaran berpolitik dengan pendekatan akademik; mengundang capres-cawapres menyampaikan ide dan gagasannya di dalam kampus, dalam koridor akademik, bukan politik praktis.
Nuh yakin, aturan untuk itu sudah ada, baik dalam Undang-Undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) ataupun peraturan yang telah dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai perangkat penyelenggaraan Pemilu.
“Yang tidak boleh adalah kegiatan politik praktis di kampus. Jadi harus bisa dibedakan antara kegiatan pendidikan politik yang berbasis akademik dan politik praktis,” katanya.
Dalam kaitan dengan momentum tahun politik 2014, Nuh menegaskan, kegiatan di kampus tidak boleh menyalahi UU Pemilu.
“Jadi kegiatannya adalah murni pendidikan dalam koridor akademik, bukan politik praktis, sehingga netralitas kampus tetap terjaga, sebagaimana aturan dalam UU Pemilu,” tutur Nuh.
Seperti diketahui, pada Pasal 86 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum pada ayat (1) huruf (h) disebutkan larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Dalam penjelasan UU tersebut ditegaskan: “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut Kampanye Pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Yang dimaksud dengan 'tempat pendidikan' pada ketentuan ini adalah gedung dan halaman sekolah/perguruan tinggi”.
Mendikbud menambahkan, bentuk kegiatan pendidikan politik pun diserahkan ke kampus masing-masing. “Boleh seminar, dialog, workshop, survei, dan lain-lain,” pungkasnya. (setkab.org.id)
Editor : Sotyati
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...