Menembus kemasan Diri

SATUHARAPAN.COM – ”Jika kamu membeli kue di toko, manakah yang akan kamu pilih? Kue seharga Rp 5.000,- dengan kemasan Rp 75.000,- yang dijual Rp 125.000,- atau kue seharga Rp 20.000,- yang dijual Rp 25.000,- dengan kemasan ala kadarnya?” Pertanyaan dalam seminar itu dijawab dengan riuh oleh peserta, sebagian besar menjawab pilihan pertama.

Pertemanan sejatinya adalah menjadi kue tanpa kemasan. Namun, faktanya kita suka melihat apa kemasannya, apa yang menempel di badannya, apa yang menjadi tujuan wisatanya, apa yang diucapkannya, apa status di media sosialnya,  daripada kita menilai bagaimana ketulusan hati seorang teman tersebut.

Hari itu seorang kawan berkata kepada saya, ”Aku cuma menceritakan masalahku hanya kepada dua orang, kamu dan teman satu lagi yang jelas saya tahu bagaimana baiknya dia. Tetapi, mengapa akhirnya semua orang mengetahui permasalahanku?”

Saya tertegun mendengarnya mengatakan hal itu. Saya sadar, dia telah salah menilai kemasan yang membungkus pertemanan kami. Saya hanya terdiam, dan mundur teratur dari lingkaran hidupnya.

Kembali pada seminar di atas. ”Nah, sekarang... kalau dicicip rasanya, kira-kira yang enak, kue pertama atau kedua?” tanya fasilitatornya kembali.  ”Jangan salah… kadang lidah pun ikut berubah rasanya saat melihat kemasan yang indah, yang kemudian akhirnya kita buang,” sambungnya,”padahal kita tahu bahwa yang kita makan adalah kuenya, bukan kemasannya.”

Menembus kemasan diri adalah hal penting yang harus kita sadari dalam menjalin hubungan dengan sesama.  Menjadi diri apa adanya, melihat diri seperti apa adanya. Bukan karena tutur katanya, bukan karena merek sepatunya, bukan karena kunci mobilnya, bukan karena cluster perumahannya, bukan karena apa jabatannya, juga bukan karena deretan ijazahnya.  Tetapi karena nilai manusia itu sendiri, tanpa kemasannya.

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro