Mengaku Ateis, Remaja Kurdi Disiksa
KURDISTAN, SATUHARAPAN.COM – Seorang remaja sekolah dari Erbil daerah Kurdi di Irak telah menjadi berita utama setelah terungkap bahwa dia dipenjara di sel isolasi, disiksa, hanya karena secara terbuka mengatakan bahwa dirinya seorang ateis.
Ahmad Sherwan, 16 tahun, mengatakan dia pertama kali ditangkap tahun lalu ketika berusia 15 tahun.
"Aku disiksa dengan disetrum, dipenjarakan di sel isolasi yang gelap, diancam akan dibunuh, menghadiri persidangan dan sekarang sedang menunggu sidang terakhirku, hanya karena telah menyuarakan pendapatku bahwa aku tidak lagi percaya pada Allah dan bangga menjadi seorang ateis," katanya seperti diberitakan lokal pekan lalu.
"Ayahku dan aku berdebat pada 13 Oktober 2013 saat aku mengungkapkan diriku tidak lagi percaya Allah dan agama itu hanya mitos. Ini adalah hasil bacaan ekstrakurikulerku. Tetapi ayah sangat marah, . .. meninggalkan rumah dan melaporkan saya ke polisi. Aku ditangkap di rumah pukul 11.00 malam," katanya.
"Tiga polisi memukuliku dengan ikat pinggang, menendangiku dengan sepatu bot dan menyiksaku dengan kejutan listrik di kantor polisi Azadi di Erbil. Aku merasa tak sadarkan diri dan setiap kali aku mencoba membuka mataku, mereka menghinaku, meludahiku dan memukuliku sampai aku tak sadarkan diri lagi.
"Pada jam 02:00 dini hari pada 14 Oktober 2013 aku bangun karena siraman air dingin di wajahku kemudian diberitahu hakim memerintahkan pemindahanku ke penjara kriminal Erbil, tempat aku disiksa lagi dengan cara serupa. Aku ingat semua persiapan kejutan listrik pada bagian sensitif dari tubuhku, tetapi aku tidak ingat sisanya karena setelah itu aku tak bernyawa begitu saja."
Sherwan menghabiskan 13 hari di dalam penjara kriminal Erbil sebelum dia dibebaskan dengan jaminan.
"Pamanku datang dan mengeluarkan aset yang dibutuhkan untuk jaminanku. Saya menghadiri sidang, tetapi hakim menghinaku. Aku berbicara tentang hak untuk kebebasan berbicara, dia menjawab dengan berteriak bahwa tidak ada tempat di bumi untuk kafir memalukan seperti diriku."
Dia menyatakan seorang hakim investigasi dan pekerja sosial juga menghina dan mengancam akan membunuh selama di penjara.
"Seorang pekerja sosial mengunjungiku, yang jelas-jelas melihat darah di wajah saya dari pukulan berat, namun dikatakan agama memperbolehkan siapa pun membunuhku. Saya menuntut bertemu seorang hakim investigasi, yang mengatakan kepadaku untuk keluar dari kantornya atau yang lain dia segera menyumpalkan sepatu di mulutku."
Sherwan mengatakan dia telah memberikan polisi rekaman ancaman pembunuhan yang diterima dalam panggilan telepon dari pengikut kelompok Islam Kurdistan (Komala Islami le Kurdistan/Iraq, KIG).
Meskipun dia berada di bawah umur dan secara hukum dianggap anak oleh semua undang-undang Irak dan Kurdi, dia sedang menanti sidang terakhirnya yang dijadwalkan berlangsung pada 1 Juni 2014, diharapkan untuk mengadili dia sebagai orang dewasa mirip dengan percobaan sebelumnya.
Dia mengatakan dalam tujuh bulan terakhir dia menghubungi banyak media Kurdi di Erbil, tetapi semua menolak mengangkat kisahnya .
Surat kabar swasta Awene yang pernah meraih penghargaan akhirnya menerbitkan cerita itu minggu lalu. Kisah itu menjadi tenar di media sosial dan menyebabkan kampanye publik mengutuk pihak berwenang Erbil yang ditandatangani ratusan penulis Kurdi, wartawan, seniman, dan aktivis yang menyerukan persidangan itu dicabut.
"Sidang itu tidak sah," bunyi pernyataan resmi kampanye. "Hak Sherwan ini telah ditolak dengan cara yang paling brutal. Pihak berwenang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia, hak-hak anak, dan kebebasan berekspresi. Kami akan membawa kasus ini ke organisasi internasional yang membela hak asasi manusia."
Polisi Erbil yang bertanggung jawab dihubungi untuk artikel ini, tetapi menolak berkomentar. Meskipun demikian, Direktur Polisi Erbil Abdulkhaliq Rafat menegaskan dalam siaran pers bahwa Sherwan adalah seorang remaja yang ditangkap dan dipenjarakan seperti dinyatakan.
"Remaja itu ditangkap dan dipenjarakan, tetapi tidak pernah disiksa," katanya.
Dalam sebuah wawancara dengan harian Hawlati pada 25 Mei 2014, kepala program anti penyiksaan di Irak dari Aliansi Internasional Hartland (Alliance International Hartland), Martina Ferraris, mengatakan bahwa anak-anak di antara mereka yang disiksa di penjara Kurdistan Irak.
"Penyiksaan ada dan tersebar luas di seluruh penjara Kurdistan Irak," katanya. "Mereka dapat disiksa siapa saja, termasuk anak-anak, orang tua, laki-laki danperempuan," tambahnya.
Gerai media yang dimiliki oleh atau berhubungan dengan Partai Demokratik Kurdistan – Irak (KDP-Iraq) yang berkuasa telah menanggapi dengan kampanye kotor yang menstigma remaja itu sebagai pecandu narkoba dan peminum wiski.
Pengacara independen telah menyuarakan dukungan mereka untuk Sherwan dengan mengatakan minum alkohol dan penggunaan narkoba tidak ada hubungannya dengan kasus ini; oleh karena itu media harus menghentikan kampanye kotor yang menstigma remaja muda itu dengan tidak sah.
Minum beralkohol tersebar luas di Kurdistan Irak dan bar yang modern telah menjadi pemandangan yang lebih umum di jalan-jalan Erbil. Tren yang akan terus berlanjut karena hotel bintang lima terpusat di situ dan kota itu baru-baru ini disebut sebagai Ibukota Pariwisata Arab pada 2014.
"Aku mempunyai laporan medis yang menegaskan aku mengalami penyiksaan berat, sebagai akibatnya saya menderita stres traumatik dan masalah psikologis yang tidak stabil," kata Sherwan.
"Mereka menuduhku minum alkohol, baiklah, tetapi bagaimana sebuah pengadilan yang terbuka? Aku mempunyai dokumen pengadilan yang menyatakan aku ditangkap dan ditahan selama persidangan karena tidak percaya Allah, itu adalah kejahatanku. Aku dapat dihukum seumur hidup, teapi tidak akan mengubah pemikiranku tentang Allah dan agama menjadi mitos dan ungkapan keterbelakangan. Penangkapanku, penyiksaan, persidangan dan kampanye kotor membuktikan semua aku benar," tambahnya.
Kampanye kotor di media telah menyebabkan keluarganya akhirnya mendukung dia, mereka menyatakan ke publik bahwa mereka menyesal telah melaporkan Sherwan ke polisi Erbil pada awalnya.
"Sherwan adalah pemuda sopan, cerdas, dan pintar. Dia dilaporkan ke polisi karena perubahan yang sehat dalam gagasan-gagasannya, bukan untuk Pemerintah Daerah siksa, diseret ke persidangan, dan menuduhnya menggunakan narkoba ke publik. Kami menolak tuduhan omong kosong itu atas anak ini dan membela hak-haknya sebagai anggota keluarga terkasih," kata pamannya atas nama keluarga Sherwan. (yourmiddleeast.com)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...