Mengapa Serangan 52 Media Besar Tak Mampu Kalahkan Trump?
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Kemenangan Donald Trump menduduki kursi presiden Amerika Serikat bukan hanya tamparan bagi kalangan elit dan mapan negara adidaya itu. Ia juga pukulan telak bagi media, terutama media arus utama yang meremehkan bahkan memusuhinya.
Sepanjang masa kampanye pemilihan presiden AS, media massa di AS tak kuasa menahan diri untuk menjadi partisan. Menurut data American Presidency Project, dari 100 surat kabar dengan sirkulasi terbesar di AS, 52 di antaranya memberikan dukungan secara resmi (endorsement) kepada Hillary Clinton. The New York Times,The Washington Post, The Wall Street Journal, Los Angeles Times, Chicago Sun-Times, The Dallas Morning News,The Denver Post, hanya menyebut beberapa di antaranya.
Sementara itu, Donald Trump hanya mengantongi dukungan dari dua media besar, Las Vegas Journal dan The Florida Times Union. Kandidat Libertarian, Gary Johnson, malahan lebih banyak memperolehnya dibanding Trump. Ia didukung empat media.
Dukungan media terhadap Clinton kali ini juga bukan sekadar langkah biasa. Banyak media yang melakukannya dengan menerobos 'tabu' atau melanggar tradisi. Ambil contoh The Arizona Republic. Dalam umurnya yang 126 tahun, kali inilah untuk pertama kalinya media tersebut mendukung calon dari Partai Demokrat. Sampai-sampai mereka mendapat ancaman pembunuhan dari pembacanya. Lainnya, ancaman untuk memutuskan berlangganan.
The San Diego Union-Tribune juga demikian. Untuk pertama kalinya dalam 148 tahun surat kabar itu mendukung kandidat dari Partai Demokrat. The Atlantic, untuk pertama kalinya mendukung Partai Demokrat sejak 1857. Dan USA Today, koran dengan sirkulasi terbesar di AS, yang tak pernah mendukung kandidat mana pun, tahun ini menyerukan kepada pembacanya untuk tidak memilih Donald Trump.
Lalu mengapa dukungan media ini tak tampak dalam hasil pemilu?
Max Kutner dalam artikel yang ia tulis di Newsweek memberikan jawaban. Mengutip studi yang dilakukan oleh Pew Research Center pada 2008, ia menyebutkan bahwa sebetulnya sudah sejak lama dukungan media tak lagi begitu berarti. Pada tahun 2008, hanya 14 persen warga AS yang menilai dukungan surat kabar lokal mempengaruhi mereka untuk memilih kandidat tertentu. Dalam jumlah persentase yang sama, warga AS mengatakan dukungan surat kabar lokal mempengaruhi mereka untuk tidak memilih kandidat tertentu. Sedangkan bagian terbesar, yaitu 65 persen, mengatakan mereka sama sekali tidak terpengaruh.
Jika ditarik ke dua pemilu sebelumnya, hasilnya pun tidak jauh berbeda. Pada tahun 2000, sebuah situs yang berafiliasi dengan George Washington University menulis, "umumnya diyakini bahwa dukungan atau rekomendasi surat kabar tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan memilih....karena pemilih memiliki kesempatan untuk menyaksikan kandidat di televisi atau membaca apa yang mereka kerjakan."
Kalangan media dan penerbit, di sisi lain, kerap masih menganggap diri penting. Pada tahun 2000, jurnal Editor and Publisher melakukan survei terhadap 193 pemimpin redaksi dan penerbit. Hasilnya, empat dari lima yang disurvei mengatakan dukungan terhadap kandidat adalah 'tanggung jawab penting dari surat kabar."
"Semakin besar dukungan surat kabar besar Anda peroleh, semakin baik hasil (suara) yang diperoleh kandidat di negara bagian," kata Greg Mitchell, yang ketika bekerja di Editor and Publisher, meneliti bagaimana kecocokan antara dukungan media dengan hasil pemilu. Pada pemilu 2008, menurut dia, ia dapat memprediksi pemilu dengan hanya mendasarkan pada dukungan surat kabar.
Namun, seiring dengan menurunnya tingkat pembaca dan pengaruh media massa, peran dukungan surat kabar semakin menurun. Mitchell mengatakan, "Sampai belakangan ini, paling tidak sampai tahun 2012, masih ada artinya. Tetapi mulai tergerus pada tahun 2012 dan kolaps tahun ini."
Dari 100 surat kabar besar, hanya Las Vegas Review Journal (yang dimiliki oleh penyumbang partai Republik, Sheldon Adelson) dan Florida Times Union yang memberikan dukungan kepada Trump. Memang masih ada beberapa media lain, tetapi tidak masuk dalam 100 surat kabar terbesar.
Hasil pilpres AS pada Selasa 8 November lalu, menunjukkan bahwa publik telah bergeser melampaui dukungan (endorsement) media. Trump berkali-kali menuduh media arus utama sering "tidak jujur" dan ia melarang wartawan The Washington Post menghadiri kampanyenya. Sementara media-media partisan seperti Infowars tak lagi berperan sebagai penggembira.
"Orang-orang yang mendukung Trump kemungkinan besar tidak membaca surat kabar utama," kata John Woolley, seorang profesor ilmu politik di Universitas California, Santa Barbara, yang dengan rekan menjalankan American President Project.
"Ada kesenjangan besar antara mereka yang disebut sebagai media elit dengan pemilih sebagian besar kulit putih yang tinggal di luar kota-kota besar. Dan celah ini tampaknya tak mudah dilenyapkan," kata Woolley.
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...