Mengenang Mgr. Johannes Pujasumarta
Melayani berarti berani berkorban.
SATUHARAPAN.COM – Mgr. Johannes Maria Trilaksyanta Pujasumarta, uskup agung pada Keuskupan Agung Semarang, telah dimuliakan Tuhan pada 10 November 2015 jam 23.35 di RS St.Elisabeth Semarang dan telah dimakamkan pada 13 November 2015 di Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan, Yogyakarta.
Pujasumarta dilahirkan di Surakarta, 27 Desember 1949, ditahbiskan sebagai imam pada 25 Januari 1977 di Kentungan. Ditahbiskan sebagai uskup pada Keuskupan Bandung pada 16 Juli 2008 dan pada Januari 2011 ditahbiskan sebagai Uskup Agung Semarang. Putra pasangan Hubertus Soekarto Pujasumarta dengan Agnes Soekarti, yang menyelesaikan Doctorate in Spiritual Theology-nya di Universitas St.Thomas Aquinas, Roma, Italia (1983-1987), bermotokan Duc in Altum (Bertolaklah ke tempat yang dalam, Luk. 5:4)— sebuah kedalaman filosofis.
Pujasumarta mengarang lagu Pie Pellicane (Naskah: Thomas Aquino) Oo Pelikan (Pie Pellicane), Yesus Kristus Tuhan (Iesu Domine), dengan Darah-Mu (Me immundum munda) bersihkanlah aku (tuo sanguine). Setetes Darah-Mu (Cuius una stilla) slamatkanlah (salvum facere) sluruh muka bumi (totum mundum quit ab) dari dosa (omni scelere).
Pelikan adalah lambang Keuskupan Agung Semarang pada baculum (tongkat penggembalaan), selain topi dan cincin Uskup. Dalam diri Pujasumarta, pelikan bukan sekadar simbol keuskupan dan nyanyian indah saja, tetapi diwujudnyatakan dalam pelayanannya yang penuh pengorbanan. Burung pelikan suka nucuki dadanya sendiri, lalu menyerahkannya pada anak-anaknya agar anak-anaknya bisa makan dan hidup, sementara dirinya menderita kemudian mati.
”Si pelikan”, yang meneladani Yesus Kristus ”Sang Pelikan-Agung”, dalam sakit pun menjalankan pelayanan, di antaranya memberkati patung Maria Assumpta di Gua Maria Kerep, Ambarawa, 15 Agustus 2015, mengunjungi kyai-kyai pada hari raya Idul Fitri 2015 lalu.
Ketika meresmikan sebuah koperasi, Pujasumarta berujar, ”Jangan pikirkan seberapa besar aset yang dimiliki, tetapi pikirkanlah seberapa besar manfaatnya bagi masyarakat.” Dan itulah memang inti pelayanan. Melayani berarti berani berkorban, tak hanya raga, juga jiwa.
Sugeng kondur, Monsinyur!
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...