Menhan:Bela Negara Tidak Bertentangan dengan Paham Agama
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Semangat bela negara tidak bertentangan dengan paham agama manapun, karena bela negara pada hakikatnya adalah perilaku semangat pengabdian luhur yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Bela negara tidak bertentangan dengan agama mana pun. Muslim yang baik adalah warga negara yang baik pula,” kata Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu saat memberi amanat dalam Apel Kebhinekaan Lintas Iman Bela Negara, di Lapangan Banteng, Jakarta, Hari Minggu (17/1).
Menurut dia, ada tiga kata kunci utama yang berkaitan dengan bela negara yaitu keamanan, kesejehteraan, memajukan perdamaian dunia.
Dia mengatakan dahulu perjuangan merebut dan mengisi kemerdekaan tidak dilakukan satu kelompok, suku atau agama saja, melainkan seluruh elemen bangsa. Penduduk Indonesia bersatu-padu melawan penjajah.
Setelah kemerdekaan diraih, kata dia, Indonesia menjadi bangsa berdaulat. Kemudian bangsa Indonesia memiliki cita-cita yang sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang undang Dasar 1945.
Ia menjelaskan Indonesia siap mempertahankan negara dari ancaman dalam dan luar negeri dengan sistem pertahanan semesta, yaitu keikutsertaan seluruh warga, memanfaatkan sumber daya lainnya. “Ke depan bukan, perang bukan alutsista lagi, tapi hati pikiran rakyat untuk membelokkan ideologi,” kata dia.
Kemhan, lanjut dia, menyusun desain strategi pertahanan semesta. Konsep ini direvitalisasi dan diaktualisasi untuk pembangunan kesadaran bela negara sehingga rakyat menjadi bagian dari pertahanan.
Ryamizard meminta masyarakat agar tidak takut menghadapi ancaman teroris, karena bela negara pada dasarnya juga mengkumandangkan semangat untuk tidak gentar terhadap terorisme.
Ia mengakui peristiwa pengeboman yang terjadi beberapa waktu lalu sempat meresahkan masyarakat. Namun, sebagai bangsa berdaulat, Ryamizard ingin masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa kebersamaan lebih kuat daripada rasa takut tersebut.
Menurut Ryamizard, terorisme telah menjadi musuh manusia karena bertentangan dengan agama. Ia mengatakan, tantangan ke depan bukan lagi perang alutsista, melainkan memerangi orang-orang yang telah dicuci otaknya, karena saat ini di Indonesia banyak organisasi terlarang dengan mudah melakukan cuci otak apalagi bermodalkan media sosial dan berbagai teknologi komunikasi modern. “Masyarakat dipengaruhi dan dengan mudah mengikuti paham mereka,” kata Ryamizard.
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Eben E. Siadari
Jakbar Tanam Ribuan Tanaman Hias di Srengseng
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat menanam sebanyak 4.700...