Meninggalkan Jebakan Korupsi
SATUHARAPAN.COM – Peribahasa ”besar pasak dari pada tiang” berlaku juga dalam korupsi anggaran keuangan proposal. Peribahasa itu dialami seorang pemuda berusia 26 tahun, yang aktif terlibat dalam pelayanan sosial.
Ketika dipercaya menyusun budgeting proposal, dia kaget bukan kepalang karena pemimpin lembaganya menghendaki anggaran untuk di-markup dengan menaikkan pos pengeluaran lebih besar dari pos pemasukan.
”Pengeluaran dinaikkan saja anggarannya. Ini segini dan yang itu segitu. Bila defisit lebih banyak maka subsidi bantuan dananya akan dapat banyak juga Mas,” kata Sang Pemimpin.
”Iya Bu, tapi ini tidak apa-apa ya?” tanya Si Pemuda cemas. Akhirnya, pemuda itu pun mengikuti perintah atasannya.
Sejak saat itu, dia tampak murung. Hatinya galau berhari-hari. Pikiran dia cuma teringat perkataan atasannya yang bermain dengan Mamon. Dia sadar kariernya di tempat itu akan berakhir bila melaporkannya ke KPK. Apakah dia akan menjadi whistle blower? Tidak! Ia lebih memilih resign dari lembaga itu. Sementara penggelapan anggaran itu tetap beranak pinak dalam lembaga sosial tersebut. Meski pemuda itu melihat peluang besar bila terus berada dalam lembaga yang telah lama dicita-citakannya itu. Namun, dia lebih memilih keluar dari jebakan korupsi itu.
Dilema korupsi banyak dialami pekerja yang sudah lama berada dalam instansi pemerintah maupun swasta. Banyak juga yang memilih dosa berjemaah dengan bertahan di zona aman supaya keuangan keluarganya tidak morat-marit. Ya, kadang keuangan keluarga menjadi alasan orang untuk tetap bertahan dalam pusaran korupsi. Padahal, kemungkinan besar kanak dan istri mereka akan tersinggung jika dijadikan alasan dalam menghalalkan korupsi.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...