Menjual Mimpi
Hidup ini pilihan.
SATUHARAPAN.COM – ”Cik, setiap hari kerja dan urus rumah tangga pasti repot dan jenuh kan, pasti sekali-kali mau refreshing, santai, happy, lepas dari beban rutinitas, nginap di hotel mewah, lihat pemandangan indah, wisata kuliner?” tanya seseorang yang diperkenalkan kepada saya pada awal pembicaraan.
Saya mengangguk-angguk sambil mencocokkan keadaan saya dengan gambaran yang dia paparkan. ”Makanya, saya mau menawarkan bisnis ini.” Mata dan telinga saya pun langsung terbuka lebar. Malam itu saya tidur dengan mimpi indah: Amerika, Australia, Eropa, Afrika, Asia…. Here I Come!
Keesokan harinya, seorang kenalan yang sudah 20 tahun tidak saya jumpai, mengundang saya menghadiri seminar bisnis. Tentu saja saya menghadiri undangannya karena dia adalah orang yang saya hormati sejak dahulu. Apalagi ini kesempatan berjumpa dengannya setelah sekian lama tidak bertemu. Memasuki ruangan seminar yang penuh sesak, dia sudah menyisakan satu kursi untuk saya yang saya duduki bersama dengan anak saya berusia 7 tahun. ”Hei, kok kamu ikutan,” sapanya pada anak saya. Saya yang menjawab, ”Tidak ada yang bisa saya titipkan.”
Lalu sang pembicara dengan berapi-api menjelaskan rencana bisnis yang ditawarkan. Ruangan bergemuruh dengan tepukan dan semangat mendengar kesuksesan demi kesuksesan yang diperoleh pembicara. Anak muda yang berusia di awal 20 tahunan ini telah memperoleh rumah, mobil, jalan-jalan… dan tentu saja uang.
”Siapa yang mau menjadi sukses seperti saya?” Ruangan riuh dengan jawaban: ”Sayaaaaaa….”. Slide menunjukkan foto dirinya di depan menara Eiffel, Paris, dan dengan bangga dia menjelaskan bahwa menara Eiffel akan berpendar dengan cahaya lampu pada jam 23 kurang 5 menit, hanya selama 5 menit saja, dan inilah bukti dia pernah ada di sana. “Siapa yang mau menyusul saya ke Eiffel?”
Saya melihat kiri-kanan, depan-belakang, peserta begitu antusias dengan wajah penuh mimpi. Pembicara lain menyambung, ”Bagaimana bila repot dengan anak, bagaimana bila suami atau istri tidak mengizinkan ikut bisnis ini?” Kemudian dia melanjutkan, ”Hidup ini pilihan, Saudara-saudara, anak bisa dititipkan, pasangan hidup bisa diberi pengertian. Titipkan dua tahun, lalu sukses, ambil waktu dua tahun, lalu sukses!”
Tiba-tiba anak saya, yang ternyata ikut mendengarkan seminar ini, berbisik, ”Mama jangan jualan seperti Tante itu, ya… Mama kan sudah punya pekerjaan, Mama juga punya pelayanan.”
Saya langsung terbangun dari mimpi mendengar bisikan anak saya. Benar kata si Pembicara: ”Hidup ini pilihan.” Dan saya memilih untuk bangun dari mimpi menjadi penjual mimpi.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...