Menko Maritim: Proyek Cilamaya Batal Atas Saran JK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo mengatakan proyek Cilamaya yang akhir-akhir ini menjadi pro dan kontra akhirnya dibatalkan karena bentrok dengan upaya penyelamatan produksi minyak dan gas.
“Kami terbang untuk melihat rencana Cilamaya dan setelah melihat kondisi di lapangan, Wapres (Jusuf Kalla) memutuskan kita harus membangun pantai utara Jawa kalau Tanjung Priuk over capacity,” kata Indroyono di Kantor Kemenko Maritim Jalan MH Thamrin no 8 Jakarta Pusat, Kamis (2/4).
Indroyono mengatakan bahwa menurut Wapres ada kebutuhan pembangunan pelabuhan di sisi utara Jawa dan Pertamina perlu mengamankan asetnya. Sehingga keputusan rapat tersebut hasilnya adalah dengan menggeser proyek pelabuhan lebih ke arah timur.
“Industri juga kan bergerak ke timur, begitu juga penyebaran dan pertumbuhan diharapkan bisa membuka lapangan kerja untuk masyarakat. Yang pasti juga harus menyelamatkan persawahan di sana.”
Syarat Pengganti Cilamaya
Indroyono mengatakan pemerintah saat ini sedang mencari lokasi pengganti pelabuhan Cilamaya dengan syarat harus mempunyai koridor sepanjang lima kilometer ke kanan dan lima kilometer ke kiri dengan pertimbangan untuk menampung kapal dengan kapasitas 200.000 hingga 300.000 Gross Ton (GT).
Target realisasi pembangunan pelabuhan tersebut Indroyono mengatakan setelah melakukan riset, tahun 2016 sudah bisa melakukan tender. “Mulai tahun 2017, selesai ditargetkan tahun 2020,” kata dia.
Kontroversi Cilamaya
Seperti yang dilansir dari tempo.co, proyek Cilamaya merupakan inisiatif mantan Presiden Suslio Bambang Yudhoyono dan sudah masuk dalam Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MPPPEI) 2011-2015.
Memorandum of Understanding (MOU) pembangunan pelabuhan peti kemas di Cilamaya ditandatangani PT Eurocor Indonesia pada 2007. Pada nota kesepahaman (MOU) pertama itu dilakukan penyusunan studi kelayakan.
MOU kedua ditandatangani pada Februari 2008. Dalam perjalanan pembangunan Pelabuhan Cilamaya pada 2012 Japan International Cooperation Agency (JICA) juga ikut mengkaji proyek yang rencananya dilakukan di Kecamatan Tempuran, Karawang.
Kajian kelanjutan pembangunan Cilamaya dilaporkan sudah selesai oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago. Laporan hasilnya pun sudah dilaporkan ke Presiden Joko Widodo. "Sudah saya serahkan ke Presiden pada Rabu lalu," kata Andrinof, 8 Maret 2015.
Pelabuhan Cilamaya nantinya direncanakan dapat membantu beban Pelabuhan Tanjung Priok yang diperkirakan bisa stagnan pada 2020. Pada Jabodetabek Metropolitan Priority Area (MPA) Study tahun 2010, disebutkan beberapa keuntungan Pelabuhan Cilamaya yaitu menekan biaya logistik dengan mendekatkan pusat produksi. Sebagai pembanding jarak Tanjung Priok-Karawang 140 km, sedangkan Cilamaya-Karawang hanya 70 km.
Kemudian, menurunkan tingkat kemacetan di Ibu Kota dengan memindahkan sebagian trafik angkutan berat ke luar wilayah, mengembangkan jaringan logistik dari pusat-pusat industri di kawasan pinggiran Jabodetabek dan Pelabuhan Cilamaya tahap I mampu menampung 3,75 Juta TEUs peti kemas.
Namun rupanya proyek ini mengusik PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java yang memiliki pipa minyak dan gas di wilayah tersebut dengan produksi minyak mencapai 40.000 barel setiap hari dan gas mencapai 180 MMSCFD.
Kemudian Pertamina melalui juru bicaranya Ali Mudakir meminta pemerintah untuk memindahkan proyek tersebut ke tempat lain dengan alasan agar pelabuhan tidak mengganggu kegiatan produksi mereka.
Namun, di sisi lain, Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby R. Mamahit mengatakan bahwa Pertamina pada Juni 2014 pernah menyetujui pembangunan proyek Cilamaya tersebut.
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...