Mental Berkelimpahan
Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun yang ada padanya akan diambil daripadanya.
SATUHARAPAN.COM – Tugas manusia dalam hidup adalah berbagi. Kehidupan setiap insan bukanlah milik diri sendiri atau untuk dinikmati oleh diri sendiri saja, melainkan untuk diteruskan kepada sesama yang membutuhkan. Tidak terbatas pada harta atau sandang pangan papan semata, melainkan juga ilmu pengetahuan, pengalaman, kebahagiaan. Dalam segala hal manusia bisa menjadi berkat bagi sesama. Tentu untuk mampu berbagi, terlebih dahulu penting untuk memiliki apa yang akan dibagikan. Jika tidak memiliki apa pun untuk dibagi, maka apa yang mau dibagi?
Nah, di sinilah letak persoalannya: persepsi tentang memiliki. Ada orang kaya raya yang selalu merasa kurang, dan karenanya enggan berbagi. Tetapi ada orang miskin yang selalu merasa berkelimpahan sehingga mampu berbagi. Masalahnya ada pada persepsi: apakah merasa memiliki banyak sehingga bisa berbagi atau senantiasa merasa tidak punya apa-apa untuk dibagikan.
Sesungguhnya, karunia dalam hidup itu mirip pralon yang digunakan untuk mengaliri. Bagi orang yang merasa terbatas untuk memberi, kehidupannya seperti pralon yang salah satu ujungnya tertutup. Jika ujung satu diisi, maka daya tampungnya terbatas dan sumber yang mengisi pralon itu harus segera dihentikan karena sudah tak dapat tertampung. Sebaliknya, mereka yang merasa memiliki dan karenanya mampu memberi, ibarat pralon yang kedua ujungnya terbuka. Berkat akan mengalir dari ujung yang satu, dan karena aliran tak terhenti melalui ujung lainnya, maka berkat akan terus mengisi.
Mereka, yang hidup seperti pralon berujung terbuka di dua sisinya, memiliki mental berkelimpahan, yaitu bersyukur akan apa pun yang diberikan kepadanya, tidak merasa berkekurangan, dan karenanya tidak ragu untuk berbagi kepada orang lain. Ia merasa memiliki banyak; dan karena itu kepadanya akan diberikan terus sehingga ia berkelimpahan.
Sebaliknya, mereka yang hidup seperti pralon dengan satu ujungnya tertutup, senantiasa ingin menjaga apa yang menjadi miliknya karena takut akan berkekurangan. Hidupnya menjadi penuh derita bukan karena tak punya melainkan karena ketakutan bahwa apa yang ada padanya akan hilang. Ia terkepung oleh perasaan cemas bahwa apa yang dimilikinya akan diambil. Sehingga sekalipun ia masih memiliki, namun sesungguhnya ia sudah menderita kekurangan akibat ketakutannya. Ia tak bisa menikmati apa yang dimilikinya. Ia kehilangan sukacita memiliki karena dihantui kehilangan apa yang dimiliki. Ia memiliki banyak, namun sesungguhnya miskin; dan tidak bisa memanfaatkan apa yang dimilikinya karena disekap demi mengamankannya. Karena (merasa) tidak mempunyai, maka apa yang ada padanya akan diambil daripadanya. Sudah tidak (merasa) memiliki, malah diambil pula apa yang ada.
Karena itu, merasa kaya pasti akan lebih membahagiakan ketimbang merasa miskin, termasuk membahagiakan orang lain.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...