Menteri Dalam Negeri Mesir Diserang Bom
KAIRO, SATUHARAPAN.COM – Menteri Dalam Negeri Mesir selamat dari upaya pembunuhan Kamis (5/9) ketika konvoinya menjadi sasaran dalam serangan bom di distrik Nasr City, Kairo. Distrik ini adalah lokasi bentrokan kelompok Islam garis keras pendukung mantan Presiden Muhammad Mursi dengan tentara.
Sang menteri, Muhammad Ibrahim, tidak terluka dalam ledakan yang merusak kendaraan lapis baja dan menyebabkan beberapa orang luka. Kabar mengenai jenis bom dan jumlah korban masih simpang siur.
Dua puluh dua orang dirawat di rumah sakit dengan cedera, kata juru bicara Kementerian Kesehatan. Kementerian Dalam Negeri mengatakan 10 petugas polisi dan 7 tahun termasuk di antara yang terluka.
Serangan menggunakan bom jarang terjadi di Mesir, dan ledakan pada Kamis kemarin menandai salah satu upaya pembunuhan paling keras pada pejabat Mesir tingkat tinggi dalam beberapa dekade terakhir. Serangan ini menggarisbawahi kekhawatiran bahwa tindakan keras negara kepada para Islamis dapat memberi jalan pada pemberontakan atau bahkan perang saudara.
Tidak ada kelompok yang menyatakan bertanggung jawab atas ledakan tersebut. Ikhwanul Muslimin, yang mendukung Mursi dan melakukan protes menuntut pemulihan sebagai presiden setelah kudeta 3 Juli, mengutuk serangan itu dan mengatakan gerakan Islam itu tidak bisa disalahkan.
Adly Mansour, presiden sementara yang didukung militer, mengutuk apa yang disebutnya "serangan teroris”. Ia bertekad para pelaku tidak akan lepas dari pedang hukum dan cengkeraman keadilan.
Kepala militer Mesir, Jenderal Abdel Fatah al-Sissi, mengecam “upaya jahat beberapa elemen teroris untuk membunuh menteri dalam negeri.”
Kantor berita milik pemerintah, Middle East News Agency (MENA) melaporkan bahwa bom mobil meledak di jalan tak lama setelah Ibrahim, meninggalkan rumahnya di pemukiman kelas atas, Nasr City, di Kairo timur. Laporan media lain menyebut bahan peledak telah dilemparkan dari sebuah gedung di dekatnya.
Nasr City adalah kubu Ikhwanul Muslimin dan kamp aksi duduk pro-Mursi yang diserbu pasukan keamanan pada 14 Agustus lalu dan membuat ratusan demonstran tewas.
Radio pemerintah melaporkan bahwa dua ledakan ditargetkan pada konvoi Ibrahim, kurang dari satu menit terpisah, salah satunya bom di pinggir jalan diledakkan dengan remote control. Tapi, seorang saksi mengatakan ada satu ledakan, diikuti tembakan polisi yang diarahkan kepada orang yang melarikan diri dari daerah tersebut.
Radio pemerintah mengatakan, salah satu petugas polisi kehilangan kaki. MENA melaporkan bahwa awalnya tujuh orang terluka. Namun, polisi mengatakan ia melihat puluhan orang terluka.
Kementerian Dalam Negeri, yang mengontrol pasukan keamanan internal nasional, mengatakan pihaknya sedang menyelidiki keadaan serangan. Ibrahim mengatakan bahwa pengeboman itu “bukanlah akhir melainkan awal” dari gelombang baru terorisme. “Tetapi pemerintah akan menang,” katanya.
Itu adalah serangan pertama sejak pemberontakan Mesir 2011, ketika sejumlah pria bersenjata dilaporkan menargetkan iring-iringan kepala intelijen Omar Suleiman, setelah Presiden Hosni Mubarak telah menamainya wakil presiden.
Kelompok-kelompok Islam ekstremis yang berbasis di Mesir, Nile Valley, melancarkan serangan terhadap pemerintah dan pejabat keamanan dan infrastruktur pada 1990-an. (washingtonpost.com)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...