Menteri Susi Kembali Tegaskan Moratorium Kapal Ikan
AMBON, SATUHARAPAN.COM – Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti kembali menegaskan tentang kebijakan moratorium kapal-kapal penangkap ikan yang dilakukannya sejak ditunjuk menjadi nakhoda pada Kementerian tersebut.
"Kebijakan moratorium ini tidak setengah hati. Semua izin kapal ikan dihentikan dulu sambil menunggu hasil kajian yang dilakukan secara mendalam terhadap semua perijinan kapal yang telah dikeluarkan. Tidak ada izin baru," katanya saat meninjau salah satu perusahaan perikanan PT Mina Lestari, di Ambon, Kamis (11/12) petang.
Kapal ikan yang telah berizin juga, dilarang untuk melakukan bongkar muat hasil tangkapannya di tengah laut. Jika kedapatan masih dilakukan, maka Menteri Susi mengancam akan membekukan izinnya.
Pemberlakuan moratorium ini, menurut Menteri lebih memudahkan pemantauan aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal di seluruh wilayah perairan Indonesia.
Menteri mengaku, tidak mudah memantau aktivitas penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia yang luasnya mencapai dua pertiga dari luas wilayah daratan Indonesia.
"Karena itu saya ajak masyarakat sebagai pemangku kepentingan, untuk berpastisipasi aktif memantau aktivitas kapal asli Indonesia, asing maupun eks asing. Masyarakat jadi salah satu mata pengawas kita. Kami berharap dapat `feedback` dari masyarakat," katanya.
Menteri juga memanfaatkan kunjungan singkat ke perusahaan tersebut, yang hanya sekitar lima menit itu untuk menanyakan data kapal milik perusahaan serta perimbangan anak buah kapal (ABK) Indonesia dan asing serta data produksi per tahunnya.
Setelah mendengar laporan Komisaris perusahaan PT Mina Lestari bahwa komposisi ABK asing dan Indonesia adalah 50 persen, Menteri Susi meminta perusahaan harus segera mengurangi jumlah ABK asing.
"Perusahaan Penanaman modal asing (PMA) sekali pun, karena beroperasi di Indonesia maka jumlah ABK Indonesia harus lebih banyak. Tidak bisa disama-ratakan," katanya.
Malah menurut Menteri, bisa terjadi ABK Indonesia hanya menjadi "kuli" atau buruh kasar di atas kapal ikan dan tidak terjadi alih teknologi terhadap mereka.
"Moratorium yang saya terapkan juga menyangkut ketentuan jumlah ABK Indonesia yang dipekerjakan di atas kapal penangkap ikan asli Indonesia, asing maupun eks asing," ujarnya. (Ant)
Kesatuan Nelayan Tradisional Dukung Penyebaran Pengadilan Perikanan
Sementara itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendukung penyebaran pengadilan perikanan di berbagai daerah di Tanah Air asalkan kompetensi sumber daya manusianya juga turut diperkuat.
"Upaya pengadilan khusus perikanan suatu strategi yang efektif untuk mengakomodir model kejahatan pencurian ikan," kata Ketua Dewan Pembina KNTI M Riza Damanik di Jakarta, Kamis (11/12).
Menurut Riza, tindakan pencurian ikan merupakan model kejahatan yang dinamis serta membutuhkan pembuktian yang cepat. Untuk itu, dibutuhkan mahkamah peradilan yang secara kelembagaan sangat progresif, tetapi juga didukung oleh SDM yang memadai.
Ia menegaskan, dengan adanya penguatan SDM dan mengingat pencurian ikan juga dinilai dapat menjadi sebuah kejahatan luar biasa, maka pihak penegak keadilan juga harus dapat menerapkan hukuman yg paling berat.
"Kalo kapal asing itu bisa diancam denda hingga Rp20miliar," katanya, proses penegakan hukum dan keadilan harus mulai dibenahi dari hulu hingga ke hilir.
Ia juga mengingatkan bahwa ada nelayan asal NTT, Indonesia yang pada 2008, kapalnya ditangkap dan ditenggelamkan. Namun pada 2014, Pengadilan Federal Sydney menyatakan nelayan itu tidak bersalah dan mendapat ganti rugi dalam jumlah besar. "Skenario serupa bisa terjadi di Indonesia," katanya.
Sebagaimana diberitakan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meresmikan Pengadilan Perikanan di Ambon, Maluku, Kamis (11/12).
Dengan berlakunya UU Nomor 31 Tahun 2004, MA telah mengantisipasi dengan meresmikan berbagai pengadilan perikanan.
Sejak 4 Oktober 2007 telah dibentuk lima peradilan perikanan yakni Pengadilan Perikanan Tual (Maluku), Medan, Jakarta Timur, Bitung dan Pontianak.
Kemudian 1 Oktober 2010 dibentuk lagi dua pengadilan perikanan di Tanjung Pinang dan Ranai, Kepulauan Riau, sehingga saat ini ditambah tiga pengadilan perikanan yang baru. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...