Menyorot Seruan Intoleransi Donald Trump
SATUHARAPAN.COM – Dua pejabat senior Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memberikan respons keras atas pernyataan yang blak-blakan oleh tokoh publik tentang kebencian dan intoleransi, khususnya terhadap umat Islam, dalam merespons serangan kelompok ektremis baru-baru ini.
Pernyataan bersama dikeluarkan oleh Penasihat Khusus Sekjen PBB untuk Pencegahan Genosida, Adama Dieng, dan Penasihat Khusus Sekjen PBB untuk Perlindungan Warga Sipil, Jennifer Welsh, pada hari Senin (14/12). Sasarannya adalah pernyataan kandidat calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, dan tokoh-tokoh politik di AS.
Mereka berusaha mencegah umat Islam memasuki Amerika Serikat, terutama para pengungsi dari Timur Tengah, atau didaftarkan dalam database nasional dengan identifikasi yang menyoroti agama mereka.
Donald Trump pada Senin (7/12) lalu menganjurkan posisi tersebut bagi AS, dan telah menyebabkan terbangunnya sentimen anti-Muslim di negeri itu. Pernyataan itu dipicu oleh serengan mematikan kelompok teroris di Paris, Prancis pada 13 November. Kemudian Serangan pada 2 Desember di San Benardino, Califormia yang menewaskan 14 orang, dan para pakar menyebut terinspirasi oleh aksi ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Pernyataan Yang Memuakkan
Kedua pejabat senior PBB menyatakan "muak dengan manifestasi terang-terangan tentang kebencian dan intoleransi." oleh tokoh masyarakat. Sebab, setiap "advokasi kebencian kebangsaan, rasial atau agama merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan." Dan hal itu dilarang oleh hukum hak asasi manusia internasional dan hukum di banyak negara.
Kebencian dan intoleransi melalui penyebaran secara sengaja informasi yang keliru dan dimanipulasi untuk kepentingan politik sangatlah berbahaya. Hal itu menimbulkan diskriminasi dan membuat kelompok tertentu menjadi target kekerasan.
Respons serupa juga bergaung di Indonesia. Sejak Trump tampil dalam pencalonan presiden di Partai Republik, kiprahnya selalu disorot negatif oleh masyarakat Indonesia. Meskipun perlu dicatat bahwa ada pimpinan DPR RI yang justru begitu antusias mendekati figur ini tanpa rasa malu.
Pernyataan Dieng dan Welsh bisa menjadi representasi publik, termasuk Indonesia, atas kemuakan pada penyebaran kebencian dan intoleransi. Keduanya mengatakan seruan itu "tidak dapat diterima" dan merupakan "penghinaan terhadap kemanusiaan."
Konteks Indonesia
Pernyataan kebencian dan intoleransi biasanya dibangun dengan informasi yang dimanipulasi, sehingga menumbuhkan prasangka dan ketakutan. Kemudian hal itu tumbuh menjadi praktik diskriminasi dan tindakan kekerasan dengan kelompok tertentu sebagai targetnya.
Situasi ini umumnya ditangkap secara antusias untuk kepentingan politik praktis, terutama yang mengabaikan etika dengan memanfaatkan politik sektarian yang membahayakan persatuan. Dan dalam hal ini, harus kita sadari bahwa Indonesia adalah ‘’ladang yang cukup subur.’’
Dalam kasus ini, kita bisa saja berada dalam posisi yang sama dengan kedua pejabat senior PBB itu. Namun respons itu lebih karena pernyataan itu muncul dari figur publik internasional. Sementara pernyataan kebencian dan intoleransi, dengan target yang mungkin beda, sangat sering terjadi di masyarakat kita, tetapi kita abaikan.
Berkaca dari kasus ini, kita harus menyadari bahwa pernyataan kebencian dan intoleransi juga bertebaran keluar dari figur publik di Indonesia, bahkan dari kalangan masyarakat biasa. Hal itu muncul dalam pernyataan di depan publik maupun melalui media sosial. Bahkan sama kasarnya dengan yang dilakukan Trump.
Sekadar contoh nyata adalah sejumlah warga Indonesia telah menjadi pengungsi di negeri sendiri selama belasan tahun. Bahkan banyak di antara mereka tetap hidup dalam tekanan praktik diskriminasi, tanpa kartu tanda penduduk (KTP), dan penikahannya tak diakui.
Oleh karena itu, jika tentang kasus pernyataan Trump kita berani berada pada posisi yang sama dengan Dieng dan Welsh, kita semestinya juga berani pada posisi yang sama atas pernyataan kebencian dan intoleransi di negeri kita, kecuali kita memilih menjadi kaum hipokrit. Sebab, efeknya dui sini maupun di AS akan sama: tindakan diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok target; hal yang tidak dapat diterima oleh masyarakat beradab.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...