Mesir Diprotes Karena Menahan dan Mendeportasi Pengungsi Suriah
KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Kelompok hak asasi manusia, Amnesty International, menuduh Mesir menahan secara tidak sah dan mendeportasi ratusan pengungsi Suriah, termasuk wanita dan anak-anak yang melarikan diri dari mumah mereka akibat ancaman perang sipil di negeri mereka.
"Mesir harus membantu warga Suriah, dan, tidak menghalangi mereka," kata Sherif Elsayed Ali, Ketua Amnesty bidang hak pengungsi dan migran dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan Kamis (17/10).
Ratusan pengungsi Suriah yang melarikan diri, termasuk puluhan anak-anak , banyak dari mereka tanpa orangtua, ditahan dalam kondisi yang buruk, atau deportasi, kata pernyataan itu.
Ali mengatakan, selama kunjungan ke sebuah kantor polisi di Alexandria pekan lalu dia menemukan sekitar 40 pengungsi dari Suriah ditahan tanpa batas dengan alasan melawan hukum. Di antara mereka ada 10 anak-anak, termasuk anak berusia setahun yang ditahan sejak 17 September.
Para pengawas hak asasi manusia mengatakan angkatan laut Mesir telah mencegat sekitar 13 kapal yang membawa pengungsi dari Suriah yang berusaha menuju Eropa.
Mengutip badan pengungsi PBB, UNHCR, disebutkan bahwa 946 orang telah ditangkap oleh pihak berwenang Mesir. Sementara 724 orang, termasuk wanita, anak-anak dan laki-laki, tetap dalam tahanan.
Pekan lalu, Amnesti Internasional mengatakan bahwa 12 orang meninggal ketika sebuah kapal yang membawa pengungsi dari Suriah tenggelam di lepas pantai Alexandria. Sebelumnya lebih dari 300 orang, termasuk beberapa orang Suriah, meninggal ketika kapal mereka terbalik mencoba untuk mencapai pulau Italia Lampedusa.
"Dalam satu kasus, seorang bocah usia sembilan tahun dari Aleppo ditangkap di perahu bersama keluarga temannya. Dia ditahan dan diberi akses ke ibunya selama empat hari," kata Amnesty .
Seorang pengacara juga mengatakan kepada Amnesti bahwa dalam setidaknya dua pengungsi dideportasi ke Damaskus. "Mengirim pengungsi kembali ke zona konflik berdarah merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Pengungsi yang melarikan diri berada pada risiko yang jelas dari pelanggaran hak asasi manusia," kata Elsayed Ali.
Pendukung Ikhwanul Muslimin
Menanggapi hal itu, pejabat kementerian luar negeri Mesir membantah tindakan yang luar biasa atau "sistematis" sebagai kebijakan bermusuhan terhadap pengungsi Suriah di Mesir.
Pejabat juga mengatakan bahwa 300.000 warga Suriah tinggal di Mesir. Prosedur hukum hanya diambil terhadap mereka yang diduga terlibat dalam kejahatan, atau berpartisipasi dalam protes mendukung Ikhwanul Muslimin.
Pengungsi Suriah dan Palestina dituduh oleh media Mesir menjadi pendukung Ikhwanul Muslimin dan terlibat dalam kekerasan politik di negara itu, menyusul penggulingan Presiden Mohamed Morsi pada bulan Juli.
Para pejabat Mesir menambahkan bahwa negara memiliki hak untuk menerapkan langkah-langkah untuk menjamin keamanan dan stabilitas negara.
Mesir memberlakukan pembatasan pada warga Suriah yang memasuki Mesir mulai Juli. Hal itu mengharuskan mereka untuk memperoleh visa dan izin keamanan sebelum mereka tiba. Keputusan itu muncul setelah sejumlah orang Suriah yang diduga membawa senjata dan muncul pada rapat umum pro Morsi.
Pada pertengahan Oktober, jumlah pengungsi Suriah di Mesir yang terdaftar di UNHCR adalah 123.296 orang. (ahram.org.eg)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...