Mewujudkan Kebenaran
Tuhan berkenan apabila kita pantang menyebarkan berita yang tidak jelas kebenarannya serta ujaran kebencian, yang merupakan pengkhianatan terhadap kebenaran.
SATUHARAPAN.COM – Saat ini daripada membaca koran berintegritas atau media online berbasis koran tepercaya, seperti satuharapan.com, kompas.com, dan detik.com, banyak orang Indonesia, terutama generasi muda, lebih biasa mengakses informasi dari media sosial (WA, BBM, FB, Twitter, Instagram, dll) atau web-web yang heboh isinya. Mereka lupa bahwa sangat banyak berita bohong (hoax) dan ujaran kebencian yang secara sengaja ditiupkan secara masif (melalui mengupah ”pasukan cyber”) oleh pihak tertentu.
Akibatnya bangsa kita disekat-sekat dalam diskriminasi berbasiskan SARA. Dari segi suku dan etnis, Indonesia dipecah-pecah menjadi pribumi dan nonpribumi. Nonpribumi masih disekat lagi menjadi keturunan Tionghoa, keturunan Arab, keturunan ”bule”, atau keturunan lainnya. Indonesia dibagi menjadi Jawa dan non-Jawa, non-Jawa dibagi lagi menjadi Barat dan Timur. Bahkan Jawa masih dibagi lagi menjadi kratonan atau pesisiran, demikian seterusnya.
Perbedaan yang tak terhindarkan akibat keturunan dan pengalaman tidak selayaknya menjadi pembedaan atau diskriminasi/primordialisme. Sebab itu sebenarnya mengkhianati Tuhan yang mengizinkan, bahkan menciptakan perbedaan itu. Tetapi, itulah agenda (politik) provokator di belakang ”pasukan cyber” jahat: meruntuhkan persatuan Indonesia melalui ego primordial.
Yesus Orang Nazaret, sebagai pembaru agama Yahudi, mendesak Yohanes Pembaptis untuk membaptis diri-Nya (lih. Mat. 3:13-15), meskipun Yesus nirdosa. Padahal baptisan umumnya dipahami sebuah tanda pertobatan dari dosa. Tadinya Yohanes menolak karena ia merasa bahwa Yesus jauh lebih mulia dibandingkan dirinya. Namun, Yesus menegaskan bahwa hal itu dalam rangka menggenapkan kehendak Allah (lih. Mat. 3:15) karena Ia datang ke dunia sebagai penanggung dan penebus dosa manusia.
Dalam suratnya, Petrus mengatakan bahwa ”Setiap orang dari bangsa mana pun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya” (Kis. 10:35). Dan kehendak Allah ialah setiap orang mengamalkan kebenaran, bukan tetap hidup dalam ketidakbenaran atau kemunafikan. Dengan demikian tidak sepatutnya pula kita menerima mentah-mentah, apalagi ikut-ikut menyebarkan, berita tanpa memperoleh konfirmasi dari sumber yang terpercaya. Kebenaran adalah anugerah Allah, namun setiap kita harus menjaganya dengan hidup secara benar.
Mewujudkan kebenaran sungguh diperkenan Tuhan. Wujudnya termasuk mengatakan tidak bagi setiap upaya diskriminatif yang memecah-belah dan pantang menyebarkan berita provokatif yang tidak jelas kebenarannya.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...