Migrant Care: Terminal Khusus TKI di Bandara Picu Pemerasan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi, bersama Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Bareskrim Mabes Polri, beberapa waktu lalu menemukan praktik premanisme dan pemerasan di Bandara Soekarno Hatta, terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) yang baru datang dari luar negeri.
Analis Kebijakan Migrant Care Wahyu Susilo, Senin (11/8), mengatakan praktik pemerasan terhadap TKI yang baru tiba di Tanah Air itu telah berlangsung sejak ada kebijakan terminal khusus TKI, di Bandara Soekarno Hatta.
Pemulangan TKI melalui terminal khusus, menyebabkan publik kurang dapat mengawasi, sehingga sangat potensial terjadinya pemerasan.
Pemerasan terhadap TKI yang terjadi selama ini melibatkan banyak institusi, mengingat pengelolaan terminal TKI di bandara juga melibatkan banyak pihak, di antaranya Kepolisian, TNI, Angkasa Pura II, Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), serta perusahaan.
Selain pungutan liar, menurutnya, para TKI yang baru tiba juga dipaksa untuk menggunakan jasa money changer, dengan nilai yang lebih rendah, dan harus mengeluarkan biaya trasportasi ke kampung halamannya, dengan harga di atas normal.
Untuk itu, menurut Wahyu, pemerintah harus segera menghilangkan kebijakan yang memulangkan TKI, melalui jalur khusus, atau terminal khusus.
Dia mengatakan, "Dengan adanya terminal khusus untuk TKI, kemudian BNP2TKI menunjuk mitra-mitra bisnis, yang bisa beroperasi seperti money changer, warung-warung SIM Card. Di situ TKI kita dipaksa untuk menukar uang dengan nilai yang lebih rendah daripada harga sesungguhnya. Dipaksa untuk membeli SIM Card yang harga normalnya Rp 10.000 - Rp 20.000, bisa Rp 100.000. Jadi memberi ruang kepada pelaku-pelaku bisnis untuk mengeruk uang secara tidak sah."
Data Migrant Care menyebutkan, dalam sehari, sekitar 400-500 tenaga kerja Indonesia (TKI), mengalami pemerasan ketika pulang ke Tanah Air. Wahyu Susilo menyatakan lembaganya, telah menyerahkan semua bukti yang dimiliki terkait pemerasan di bandara kepada KPK.
KPK, akan menelisik akar masalah, dan mata rantai sindikat pemerasan. Hingga saat ini, KPK masih terus menindaklanjuti temuan demi temuan untuk dijadikan rekomendasi kepada pihak terkait seperti presiden baru, menteri, dan Badan Periksa Keuangan.
Ketua KPK, Abraham Samad mengecam praktik itu. "Bayangkan saja, mereka setengah mati mencari duit, jauh dari keluarga, tetapi kemudian ketika pulang ke tanah air, mereka diperlakukan tidak semestinya, diperas, diintimidasi dan lain sebagainya," katanya.
Kepala Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Gatot Abdullah, menjelaskan berdasarkan rapat terakhir dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi disetujui, TKI yang baru pulang bekerja di luar negeri, dapat melewati terminal umum kecuali yang bermasalah.
Menurut Gatot, Terminal III atau yang lebih dikenal sebagai terminal khusus TKI, hanya untuk TKI yang bermasalah, seperti tidak digaji majikan dan korban kekerasan. BNP2TKI kata Gatot akan berada dan mengurusi terminal khusus tersebut.
Dia menyatakan, akan menindak tegas mereka yang memeras TKI.
"Kalau nanti terminal khusus jadi khusus untuk yang bermasalah, yang bermasalah itu kan dibiayai pemerintah semua, yang tidak memiliki ongkos, yang tidak dibayar gajinya oleh majikannya. Jadi kita akan lebih memelototinnya, dan lebih gampang mengawasinya, karena semua staf kami, bukan preman luar, kalau ada apa-apa," tegas Gatot Abdullah. (VOA Indonesia)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...