Militer Myanmar Perpanjang Keadaan Darurat Dua Tahun
Jenderal Min Aung Hlaing sebut dirinya perdana menteri pemerintah sementara, dan berjanji selenggarakan pemilu.
YANGON, SATUHARAPAN.COM-Enam bulan setelah merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih, pemimpin militer Myanmar pada hari Minggu (1/8) menyatakan dirinya sebagai perdana menteri dan mengatakan dia akan memimpin negara itu di bawah keadaan darurat yang diperpanjang sampai pemilihan diadakan sekitar dua tahun lagi.
“Kita harus menciptakan kondisi untuk menyelenggarakan pemilihan umum multipartai yang bebas dan adil,” kata Jenderal Senior Min Aung Hlaing dalam pidato yang direkam di televisi. “Persiapan harus kita lakukan. Saya berjanji untuk mengadakan pemilihan umum multipartai tanpa gagal.”
Dia mengatakan keadaan darurat akan mencapai tujuannya pada Agustus 2023. Dalam pengumuman terpisah, pemerintah militer menyebut dirinya "pemerintah sementara" dan Min Aung Hlaing sebagai perdana menteri.
Keadaan darurat diumumkan ketika pasukan bergerak melawan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, sebuah tindakan yang menurut para jenderal diizinkan berdasarkan konstitusi 2008 yang dibuat oleh militer. Militer mengklaim kemenangan telaknya dalam pemilihan nasional tahun lalu dicapai melalui penipuan pemilih besar-besaran tetapi militer tidak pernah memberikan bukti yang kredibel.
Pemerintah militer secara resmi membatalkan hasil pemilihan pada hari Selasa lalu dan menunjuk komisi pemilihan baru untuk memimpin pemilihan.
Pengambilalihan militer itu disambut dengan protes publik besar-besaran yang mengakibatkan tindakan keras mematikan oleh pasukan keamanan yang secara rutin menembakkan peluru tajam ke kerumunan.
Hingga hari Minggu, 939 orang telah dibunuh oleh pihak berwenang sejak 1 Februari, menurut penghitungan yang disimpan oleh Asosiasi Bantuan independen untuk Tahanan Politik. Korban juga meningkat di kalangan militer dan polisi karena perlawanan bersenjata tumbuh baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Langkah-langkah Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk menengahi dialog antara pemerintah militer dan lawan-lawannya terhenti setelah kesepakatan pada pertemuan puncak April di Jakarta untuk menunjuk seorang utusan khusus untuk Myanmar.
Min Aung Hlaing mengatakan bahwa di antara tiga calon, mantan Wakil Menteri Luar Negeri Thailand Virasakdi Futrakul dipilih sebagai utusan. “Tapi karena berbagai alasan, proposal baru dirilis dan kami tidak bisa terus maju. Saya ingin menyampaikan bahwa Myanmar siap menggarap kerja sama dalam kerangka ASEAN, termasuk dialog dengan utusan khusus ASEAN di Myanmar,” katanya.
Para menteri luar negeri ASEAN diperkirakan akan membahas Myanmar dalam pertemuan virtual pekan ini yang diselenggarakan oleh Brunei sebagai ketua blok 10 negara saat ini.
Myanmar juga berjuang menghadapi wabah COVID-19 terburuk yang telah membuat sistem perawatan kesehatannya lumpuh. Pembatasan penjualan oksigen telah menyebabkan tuduhan luas bahwa militer mengarahkan pasokan ke pendukung pemerintah dan rumah sakit yang dikelola militer.
Pada saat yang sama, para pekerja medis menjadi sasaran pihak berwenang setelah mempelopori gerakan pembangkangan sipil yang mendesak para profesional dan pegawai negeri untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah.
Min Aung Hlaing menyalahkan ketidakpercayaan publik pada upaya militer untuk mengendalikan wabah pada “berita palsu dan informasi yang salah melalui jejaring sosial,” dan menuduh mereka yang berada di baliknya menggunakan COVID-19 “sebagai alat bioterorisme.” (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...