Misionaris Lutheran Gagal Cegah Eksekusi Mati Perempuan PNG
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM – Tidak kurang dari 20 misionaris berusaha mendatangi Fiyawena, sebuah desa terpencil di Papua Nugini (PNG) untuk mencegah eksekusi mati oleh warga setempat atas seorang perempuan yang dituduh memiliki ilmu santet, yang menyebabkan kematian belasan warga yang sebenarnya diduga disebabkan wabah campak. Namun, misi itu berakhir dengan kegagalan dan perempuan tersebut menemui ajalnya di tangan 10 orang bersenjata, yang mengeksekusi perempuan itu dengan kapak dan parang.
Mifila, perempuan PNG, dituduh menggunakan ilmu sihir yang memicu wabah campak di desanya, daerah terpencil dataran tinggi hutan negara. Hal ini diketahui berdasarkan penjelasan seorang misionaris Lutheran dari AS, Anton Lutz, yang telah berbicara dengan pihak berwewenang.
Mifila merupakan satu dari empat wanita yang dituduh bersama dengan 13 anggota keluarganya menggunakan sihir yang menyebabkan kematian akibat campak pada November lalu.
Di PNG, wanita sering dituduh sebagai dukun santet, lalu dibunuh, meskipun UU di negara itu yang disahkan pada tahun 2013 menyatakan bahwa pembunuhan yang dilakukan dengan dasar balas dendam atas ilmu hitam dapat dikenai hukuman mati. Human Rights Watch (HRW) awal tahun ini menyebut PNG sebagai salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi wanita karena kekerasan berbasis gender.
Lutz, warga AS yang dibesarkan di negara Pasifik Selatan, memimpin sekitar 20 misionaris dan polisi setempat pada bulan Januari ke kampung halaman Mifila untuk campur tangan menyelamatkan nyawanya. Namun minggu lalu sekitar 10 orang bersenjata dengan senjata buatan sendiri, seperti kapak dan parang, menyerang dua wanita dan membunuh Mifila di depan keluarganya, demikian keterangan saksi kepada Lutz. Para pelaku pembunuhan itu berasal dari desa terdekat.
Satu-satunya akses ke desa itu adalah dengan berjalan kaki selama beberapa jam atau mendarat di landasan lokal dengan pesawat terbang.
Amnesty International menyerukan agar PNG menindak kejahatan yang ditujukan kepada orang-orang yang diduga melakukan sihir.
"Pembunuhan Mifilia menunjukkan kegagalan terus-menerus pemerintah PNG untuk mengatasi gelombang serangan terhadap mereka, terutama wanita yang dituduh melakukan santet," kata Kate Schuetze dari Amnesty International.
"Pemerintah harus segera bertindak untuk memastikan bahwa pelaku serangan tersebut dibawa ke pengadilan."
Sementara itu deputi kepala polisi di provinsi Enga, Epenes Nili menegaskan bahwa tidak ada bukti atas tuduhan yang dikenakan kepada Mifilia. Nili merupakan salah seorang yang turut dalam delegasi yang mengunjungi desa tempat Mifilia bermukim. Awalnya misi delegasi ini dinilai berjalan dengan sukses. Namun, Nili sendiri akhirnya mengakui mendapat kabar bahwa pada hari Rabu (27/5) Mifila telah dieksekusi.
“Perempuan itu dituduh menjalankan santet yang menyebabkan belasan orang di desa itu," kata Nili kepada The Guardian Australia. "Ini semua kebohongan yang didorong oleh kepercayaan masyarakat pada ilmu hitam, sehingga dia dibunuh. Bukan oleh saudara-saudaranya melainkan oleh kelompok masyarakat lainnya."
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...