Loading...
DUNIA
Penulis: Kartika Virgianti 03:08 WIB | Kamis, 29 Agustus 2013

Mogok Kerja Buruh Restoran Cepat Saji di 35 Kota di AS

Para buruh berkumpul di depan restoran Wendy’s sebagai bagian dari pemogokan kerja satu hari demi menyerukan kenaikan upah bagi pekerja makanan cepat saji di New York pada 29 Juli 2013. (foto: business.time.com)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Pekerja dengan upah rendah di restoran cepat saji seperti McDonald's dan pengecernya seperti Macy bersiap-siap untuk pemogokan nasional sebelum akhir pekan pada momentum Kamis ini (29/8). Para pekerja yang mogok menuntut hak untuk berserikat dan setidaknya US$ 15 per jam di bayar (Rp.157.500), lebih dari dua kali lipat upah minimum nasional saat ini US$ 7,25 (Rp.76.125).

Sebuah gerakan besar di kalangan pekerja makanan cepat saji tersebut melakukan aksi pemogokan dan protes terhadap jaringan restoran terbesar di negara itu, menuntut upah yang lebih tinggi, yang mana aksi ini menyebar ke Selatan dan Pantai Barat negara AS. Penyelenggara mengatakan aksi demo hari Kamis ini bisa mencakup sebanyak 35 kota.

“Perusahaan-perusahaan yang memiliki restoran makanan cepat saji, mereka mengambil terlalu banyak uang dari para karyawan,” kata Dearius Merritt, seorang pekerja 24 tahun di Church’s Chicken di Memphis, yang memperoleh US$ 13 per jam dan berencana untuk mengambil bagian dalam pemogokan pertamanya hari Kamis. “Saya di toko setiap hari dengan para pekerja yang mendapatkan US$ 7,25. Jika saya berusia 30 tahun dan pekerjaan ini adalah yang harus saya lakukan untuk bertahan hidup, maka saya berhak mendapatkan upah hidup lebih dari itu.”

Aksi massa terhadap perekonomian dari makanan cepat saji telah dimulai November lalu di New York, ketika sekitar 200 pekerja restoran mengadakan pemogokan kerja sebagai aksi protes satu hari. Pada bulan Juli tahun ini gerakan bertambah menjadi mencakup ribuan pekerja di tujuh kota lainnya, termasuk Chicago, Detroit, dan Kansas City. Sekarang, dengan pekerja di tempat-tempat seperti Los Angeles, Memphis, dan Raleigh juga ikut ambil bagian dengan dukungan keuangan yang luas dari penyelenggara dan pakar buruh Service Emloyees International Union (Serikat Layanan Pekerja Internasional).

Aksi Demo Akan Terus Bertumbuh

“Aksi ini benar-benar akan terus tumbuh,” kata Steven Ashby, seorang profesor di University of Illinois Fakultas Hubungan Industrial dan Tenaga Kerja. “Saya tidak melihat tanda-tanda keraguan dari semua orang yang saya tanya untuk melakukan aksi ini. Pada titik ini belum mencapai puncaknya. Mereka pada dasarnya merasa seperti, ‘Kami siap menerima konsekuensi apa pun’. Tenaga dari para pekerja, semangat mereka, komitmen mereka, amat sangat tinggi.”

Ashby mengatakan beberapa pekerja Chicago juga sudah mendapatkan upah yang lebih tinggi. Dan beberapa restoran telah merugi pada hari pemogokan-pemogokan bulan Mei di Seattle membuat beberapa produsen makanan cepat saji untuk tutup sehari.

Upah Murah Karena Pendidikan Buruh Relatif Rendah

Upah rendah bagi pekerja makanan cepat saji bukan hal yang baru, tapi pasar pekerjaan yang sulit menyusul resesi telah menyebabkan posisi pekerja belakang (dapur) didominasi oleh pencari nafkah keluarga bukannya remaja. Menurut laporan terbaru NBC News, remaja pekerja industri makanan cepat saji yang pada dekade lalu sebanyak 25%, sekarang turun menjadi 16%.

“Karena sulit mendapatkan pekerjaan pada umumnya, untuk orang-orang dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah, banyak orang yang bekerja di indusri seperti ini untuk mendukung kelangsungan hidup keluarganya dengan pendapatan mereka,” kata Ronald Ehrenberg, seorang profesor hubungan industrial tenaga kerja dan ekonomi di Cornell University.

Sejauh ini, pengunjuk rasa mendapatkan kemenangan kecil. Jonathan Westin, selaku direktur eksekutif  dari Komunitas bagi Perubahan New York New York yang membantu mengatur aksi demo pertama terhadap produsan makanan cepat saji, mengatakan beberapa pekerja lokal telah mendapat kenaikan upah 25 sampai 50 sen per jam.

Perusahaan Menolak

Secara keseluruhan, perusahaan makanan cepat saji dan waralaba tidak yakin perlu melipatgandakan gaji pokok pekerjanya. Pejabat di Asosiasi Restoran Nasional, melobi industri, menekankan bahwa hanya 5% dari karyawan restoran mendapatkan upah minimum federal, dan bahwa 7 dari 10 pekerja di bawah usia 25 tahun yang bekerja di makanan cepat saji mendapatkan upah standar tersebut.

Dalam sebuah pernyataan Burger King mencatat bahwa 99% dari lokasi usaha mereka di AS dimiliki oleh waralaba yang melakukan perekrutan dan pemutusan kerja secara independen. McDonald mengatakan perusahaan bertujuan untuk menawarkan gaji yang kompetitif dan keuntungan lain bagi karyawan. Seorang mantan CEO perusahaan berpendapat bahwa peningkatan upah minimum sampai $ 15 akan benar-benar mematikan usaha.

Para ahli skeptis bahwa upah dasar per jam US$ 15 kemungkinan akan dilaksanakan. Dengan hampir 2,4 juta pekerja makanan cepat saji yang dipekerjakan di Amerika Serikat. Sejumlah besar orang meninggalkan pekerjaan mereka akan menjadi teguran karena mereka dianggap mengabaikan pekerjaan sebagai karyawan non-serikat.

Jika aksi demo terus tumbuh dalam skala gerakan buruh terbesar pada sejarah industri makanan cepat saji, maka akan ada lebih banyak tekanan dari perusahaan makanan cepat saji dan bahkan legislator untuk membuat semacam konsesi untuk para pekerja. (business.time.com)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home