MPK: Bonus Demografi Harus Beri Efek Kemajuan SDM
GUNUNGSITOLI, SATUHARAPAN.COM – Bonus demografi sebagai salah satu efek dari pertumbuhan penduduk harus memberi efek penting bagi kemajuan Sumber Daya Manusia (SDM) sebuah negara, jika tidak maka akan berdampak negatif.
“Bonus demografi itu penting bagi kita apakah bonus tersebut benar-benar menjadi keuntungan atau kini menjadi bencana,” kata Johanes Ketua Majelis Pendidikan Kristen, Ir. David Johanes Tjandra pada sesi diskusi khusus bertajuk Peran Future Leader dalam Pendidikan Kristen yang digelar pada Kamis (13/11) di Perpustakaan Sekolah Tinggi Teologia Banua Niha Keriso Protestan (STT BNKP) Sundermann, Gunungsitoli, Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara.
Bonus Demografi adalah sebuah keadaan yang menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.
“Kita harus bisa lihat mana saja gereja yang benar-benar membentuk pendidikan kristen menjadi sesuatu hal yang positif,” kata David Tjandra menambahkan.
David hadir sebagai salah satu pembicara dalam sesi diskusi khusus yang dalam tradisi Nias disebut dengan Aro Gosali, merupakan tradisi masyarakat Nias dalam berdiskusi dan bermusyawarah tentang berbagai hal yang menyangkut kehidupan bersama.
Istilah ini kemudian dipakai pada kesempatan SR XVI PGI sebagai kesempatan dimana perwakilan gereja-gereja dapat berdiskusi bersama untuk mendalami berbagai masalah yang berkembang di masyarakat, dan bagaimana seharusnya gereja menyikapi perkembangan tersebut sesuai dengan sub-tema Sidang Raya XVI PGI tahun 2014.
Dalam SR XVI PGI, tema Peran Future Leader dalam Pendidikan Kristen termasuk dalam Aro Gosali dengan tema pendidikan merupakan salah satu dari tema yang diusung dalam berbagai pokok diskusi selain pendidikan masih ada tema Bencana Ekologis, Kepemimpinan Gerejawi, Ekonomi Jemaat, dan Radikalisme.
Bonus demografi membawa dampak sosial, ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah.
Johanes menjelaskan dalam kaitannya dengan pendidikan, berlebihnya angka ketergantungan dari para pelajar dapat berarti baik bagi sebuah produktifitas generasi muda, sebaliknya apabila tidak disikapi dengan baik maka generasi muda yang menjadi sebagian besar merupakan pelajar maka menjadi ancaman demografis.
Dalam Aro Gosali yang berlangsung serentak Kamis (13/11) dilangsungkan di beberapa tempat terpisah dan ada beberapa moderator dari Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH PGI), dengan perincian sebagai berikut diskusi bertema Pendidikan berlangsung di Perpustakaan STT BNKP Sunderman dengan pemateri Ir. David Johanes Tjandra dan moderator Pdt. Krise Gosal dari Departemen Perempuan dan Anak PGI.
Selain itu, ada diskusi bertema Gereja Pasca-Pemilu berlangsung di Gedung Gereja Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) Mandala Gunungsitoli dengan moderator Jeirry Soumampouw dari Bidang Diakonia PGI.
Diskusi bertema Kepemimpinan Gerejawi berlangsung di Gedung Gereja BNKP Denninger Gunungsitoli, diskusi bertema Radikalisme berlangsung di Gedung GKPS Gunungsitoli dengan moderator Pdt.Henrek Lokra dari Biro Penelitian dan Komunikasi PGI, diskusi bertema Ekonomi Jemaat berlangsung di Auditorium STT BNKP dengan moderator Vesto Proklamanto dari Yakoma PGI, dan diskusi bertema Krisis Ekologis berlangsung di Gedung Gereja Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP) Kota Gunungsitoli dengan moderator Pdt Favor Bancin.
Pendidikan Karakter
Johanes menegaskan bahwa pertambahan penduduk menghasilkan bonus demografi pada 2030-an mendatang, dan tidak hanya menyiapkan generasi muda menjadi generasi unggulan tetapi berkarakter.
“Apabila hendak mencetak future leader maka kita jangan lupa membekali mereka dengan karakter, kenapa kita memikirkan itu?” kata Johanes dengan nada menanyakan kepada para peserta.
Pendidikan dalam segala jenjang membekali peserta didik dengan kemampuan kognitif dan melupakan karakter, saat ini pendidikan, menurut Johanes, bagaikan membentuk seorang peserta didik menjadi “monster yang menakutkan”
Johanes menyebut para peserta didik akan menjadi monster yang menakutkan karena akan lupa pada keadaan sekelilingnya, generasi muda usia produktif era 2000-an lebih paham dengan teknologi komunikasi daripada menghormati orang tua atau menjunjung berbagai nilai budaya.
Editor : Bayu Probo
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...