Muda-Mudi Palestina Sudah Rayakan Valentine Sejak Tahun 1950-an
TEPI BARAT, SATUHARAPAN.COM – Perempuan-perempuan berkerudung tampak berada di antara hiasan-hiasan berwarna merah berbentuk hati di sebuah toko di Betlehem, West Bank, Israel. Perempuan lain, yang tampak mengenakan kerudung berwarna merah jambu, tampak tersenyum ketika keluar dari sebuah toko penjual hadiah Valentine. Juga di daerah itu.
Perempuan-perempuan ini tertangkap kamera kantor berita UPI pada 14 Februari, pada hari dimana di seluruh dunia dikenal sebagai Hari Valentine. Di tengah kontroversi akibat adanya larangan resmi merayakannya di sejumlah negara seperti di Arab Saudi, Malaysia dan Indonesia, warga Palestina tampaknya tetap menikmati hari yang disebut Hari Kasih Sayang tersebut.
Meskipun mengalami krisis keuangan, kekurangan anggaran dan protes atas belanja yang dipotong, menurut The Media Line, sebuah situs berita di West Bank, Israel, penjualan bunga, parfum, dan cokelat diharapkan akan meningkat, seiring dengan warga Palestina mempersiapkan diri untuk merayakan Hari Valentine.
Hal ini bukan sesuatu yang baru. Para tua-tua Palestina mengenang, Hari Valentine sudah mereka rayakan setiap tanggal 14 Februari sejak tahun 1950-an.
Nancy Sabra, 52, pemilik toko She and He, yang terletak di kota Jenin, pada hari-hari menjelang Valentine Day menghiasi tokonya dengan selempang warna merah. Kepada The Media Line, dia mengatakan telah "mempersiapkan acara tahun ini selama satu bulan." Kendati demikian, sebagai pedagang, dia takut akan sulit untuk menjual barang-barang berharga mahal karena pembeli khas di Hari Valentine umumnya adalah mereka yang ingin mencari hadiah yang lebih murah dibandingkan tahun sebelumnya, untuk diberikan kepada kekasih mereka.
Mohamed Araaf, siswa SMA dari Nablus yang ditemui ketika berada di toko menjelaskan dilema yang dihadapinya. "Saya selalu bertanya apa hadiah yang sempurna untuk merayakan Valentine Day dan saya benar-benar bingung. Ini adalah Valentine Day pertama saya " Araaf akhirnya memutuskan untuk membelikan pacarnya anting-anting emas dengan bentuk hati kecil di dalamnya.
Kendati lazim menemukan toko-toko yang menjual asesoris berbentuk hati berwarna merah di kawasan berpenduduk Palestina, tidak berarti semua nyaman dengan itu. Menurut Gurubesar Sosilologi Universitas Birzeit, Modal Casis, meskipun Palestina telah merayakannya setiap tahun selama beberapa dekade, Valentines Day masih dipandang sebagai tabu bagi beberapa keluarga.
"Beberapa orang salah paham dan menganggap Valentine Day mempromosikan hubungan terlarang antara pria dan wanita muda, melupakan bahwa ekspresi cinta tidak terbatas pada pria dan wanita lajang," Casis berkata kepada The Media Line. Uniknya, merayakan Valentine's Day dewasa inis emakin sulit dihindari mengingat intensitas tinggi situs jejaring sosial mempromosikan Hari Valentine.
Biro Statistik Palestina memprediksi bahwa penjualan pada Valentine's Day tahun ini tidak akan melebihi US$ 26.000, suatu angka penurunan yang sudah tercium dari tahun lalu.
Sebuah buket mawar tradisional Valentine dijual antara US$ 10 dan US$ 15, sementara boneka beruang dibandrol dari US$ 7 sampai US$ 85, tergantung pada ukuran dan kualitas, yang selalu dilengkapi dengan sekotak cokelat.
Di Ramallah, Hotel bintang-lima Movenpick Hotel memulai perayaan Valentine Day dua hari lebih awal dengan acara jamuan makan malam menampilkan DJ serta dansa yang mampu menampung sekitar 200 pasangan. Dengan tiket sebesar US$ 50 per kepala, tawaran ini bagi anak-anak muda Palestina dipandang sebagai tak boleh dilewatkan. Tahun lalu harga tiket lengkap dengan akomodasi mencapai dua kali lipatnya.
Wali Kota Ramallah, Moussa Hadad, yang telah menikah sejak berusia dua belas mengatakan bunga masih hadiah Valentine terbaik untuk istrinya. "Tahun ini juga, [bunga] akan membuatnya tersenyum lebih indah dari biasanya," kata dia.
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...