Mungkinkah Invasi Turki Membuahkan "Zona Aman" di Suriah Utara?
SATUHARAPAN.COM - Turki telah menyerang ke Suriah timur laut pada 9 Oktober 20119 untuk melenyapkan orang-orang Kurdi di sana yang dinilainya sebagai teroris, karena mereka mendukung Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang memberontak di Turki.
Serangan militer yang dinamai “Operasi Musim Semi Perdamaian” itu dilakukan setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan penarikan pasukan AS dari wilayah itu. Pasukan AS di sana mendukung pasukan SDF (Syria Democratic Force) pimpinan Kurdi dalam mengalahkan kelompok teroris Negara Islam (atau ISIS). Unsur utama di SDF adalah anggota YPG (Unit Perlindungan Rakyat) yang merupakan pejuang Kurdi Suriah.
Tujuan Turki, seperti selalu diungkapkan oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan, adalah membangun zona aman, dan kawasan untuk memulangkan pengungsi Suriah. Atas dasar ini, Turki setuju dengan Amerika Serikat untuk menangguhkan ofensif mematikannya di Suriah timur laut. Dan Presiden Erdogan berjanji untuk mengakhiri serangan itu jika pasukan Kurdi menarik diri dari "zona aman" di sepanjang perbatasan.
Namun apa yang disebut sebagai “zona aman” tampaknya lebih sebagai alasan saja, setelah Turki dirongrong oleh pemberontakan PKK. Sebab, bagaimana mungkin membangun zona dan suasana aman dengan cara serangan militer dan tembakan-tembakan yang mematikan? Apalagi operasi itu diberi nama yang sangat ambigu “Operasi Musim Semi Perdamaian,” sebuah operasi yang dicatat oleh PBB menyebabkan sedikitnya 160.000 orang melarikan diri dari wilayah di Suriah timur laut.
Serangan Turki sendiri mengabaikan kedaulatan Suriah atas wilayahnya yang diakui secara internasional, meskipun negara itu dalam situasi perang saudara yang berkepanjangan. Maka tak pelak muncul kecaman dari negara-negara atas ofensif itu, yang terkesan hanya memanfaatkan situasi lemah pemerintahan Suriah di bawah Bashar Al-Asaad yang babak belur akibat perang selama delapan tahun.
Dua Target
Invasi Turki ke Suriah, memang disebutkan hanya untuk membangun zona aman dan ruang bagi pengembalian pengungsi Suriah. Namun dari sudut pandang Anara, hal itu akan memungkinkan Erdogan untuk “membunuh dua burung dengan satu batu: meringankan beban banyaknya pengungsi Suriah di Turki, dan mendorong militan Kurdi menjauh dari perbatasan selatan Turki. Yang kedua berharap untuk melemahkan PKK.
Itu adalah sasaran terdekat yang hendak dicapai Erdogan. Namun bisa jadi dalam jangka panjang kekuasaan Turki di Suriah timur laut menjadi semakin nyata dan kuat, dengan memanfaatkan kelemahan Suriah menjangkau wilayahnya itu.
Serangan Turki setelah Amerika Serikat menarik pasukan dari wilayah itu, dan kemudian kesepakatan untuk jeda serangan, dan dengan Rusia untuk melakukan pemantauan di wilayah itu, menunjukkan bahwa situasi di Suriah juga benar-benar merupakan perang proksi.
Perang di Suriah telah berkembang karena kepentingan-kepentingan luar, dan mereka yang ada di dalam pertempuran itu hanya boneka-boneka petarung. Kepentingan luar itu, termasuk Turki, telah memainkan mereka.
Memang harus diakui bahwa Turki telah menampung sekitar 3,6 juta rakyat Suriah yang menghindari perang. Sementara banyak negara, termasuk Uni Eropa, tidak cukup komitmen untuk membantu pengungsi karena alasan berbagai serangan teroris yang terkait imigran. Namun Turki juga tampaknya memanfaatkan pengungsi ini untuk kepentingan lain, yaitu menumpas pemberontak Kurdi.
Belakangan muncul berita bahwa Turki memaksa para pengungsi untuk kembali ke Suriah untuk membenarkan alasan invasinya. Turki dituduh menempatkan pengungsi dalam bahaya yang besar.
Lagi pula, “zona aman" yang diharapkan Turki tidak mudah diwujudkan secara fisik. Suriah telah mengirim pasukan ke beberapa wilayah di utara, sehingga Turki masuk ke wilayah Suriah terutama di bagian tengah. Pasukan Rusia juga hadir di wilayah itu. Dan Rusia diketahui selama ini sebagai pendukung Bashar Al-Assad. Pasukan Amerika Serikat juga tidak diterik sepenuhnya, sebagian pasukan ditempatkan untuk menjaga kawasan minyak di Suriah.
Tentang Zona Aman
Pemerintah Turki mengatakan bahwa zona aman itu akan meliputi wilayah sampai 30 kilometer dari perbatasan Turki-Suriah yang membentang lebih dari 400 kilometer (300 mil) di sepanjang garis perbatasan dengan Suriah utara.
Erdogan menyebutkan di zona bisa menampung dua hingga tiga juta pengungsi Suriah untuk kembali ke negara mereka.
Zona baru ini akan menjadi daerah penyangga untuk menghadang Unit Perlindungan Rakyat Kurdi Suriah (YPG). Ini adalah pasukan tempur yang telah menjadi sekutu Barat dan memainkan peran kunci dalam pertempuran melawan kelompok Negara Islam (ISIS atau Daesh) dan jihadis lainnya.
Ankara menuduh YPG sebagai cabang Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang berbahaya dan dianggapnya teroris. PKK selama berpuluh tahun telah memberontak kepada Turki. Kurdi sendiri adalah bangsa yang tidak memiliki negara. Warga bangsa ini tersebar di Suriah (utara), Irak (utara), Iran (utara) dan Turki (selatan).
Hanya Kurdi di Irak yang setelah jatuhnya Sadam Husein, membangun wilayah otonomi. Dan kemungkinan akan terus berjuang untuk kemerdekaan.
Apa Yang Berubah?
Keputusan Trump menarik pasukan dari Suriah telah mengundang kecaman dari dalam negeri, karena meninggalkan sekutunya dalam perang melawan kelompok teroris Negara Islam. Namun penempatan pasukan belakangan ini di kawasan minyak, melahirkan pertanyaan, apa yang mau dicapai AS dalam kehadiran pasukannya di wilayah ini.
Kurdi sendiri telah mengalami berbagai pengkhianatan oleh AS dalam sejarah bangsa ini, terutama terkait kepentingan Amerika Serikat terhadap Suriah, Irak dan Iran.
Perang saudara di Suriah selama delapan tahun, membuat kehadiran kekuasaan Suriah melemah di wilayah utara, karena dikuasai oleh kelompok teroris ISIS dan jihadis lainnya. Namun kemudian bisa diatasi oleh SDF yang didukung oleh Amerika Serikat. Serangan Turki telah menimbulkan masalah tahanan teroris, khususnya teroris asing yang ditahan di wilayah ini.
Sejumlah berita menyebutkan bahwa teroris itu memanfaatkan situasi kacau, kalau bukan karena dilepaskan, untuk melarikan diri, dan bisa menjadi ancaman global. Mereka mungkin sekali menyamar sebagai pengungsi untuk memulai kembali aksinya.
Di sisi lain, Suriah juga mengirim pasukan ke wilayah utara yang berpotensi untuk terjadi kontak senjata dengan pasukan Turki. Suriah memiliki alasan kuat untuk mengambil tindakan kepada Turki. Hanya karena situasi militer Suriah yang kelelahan dalam perang selama delapan tahun saja yang tampaknya membuat Turki begitu mudah memasuki wilayah Suriah.
Bagaimana
Bagaimana Zona Aman Dikelola?
Masih banyak hal yang belum meyakinkan bahwa Ankara mampu mengendalikan zona aman. Program pemukiman kembali Pengungsi Suriah membutuhkan banyak dana, dan Turki belum melakukan konsolidasi untuk itu. Ada lagi informasi bahwa wilayah itu yang memiliki daya dukung untuk dibangun pemukiman juga terbatas.
Wilayah perbatasan itu juga terlalu panjang untuk dipertahankan sebagai zona aman, dan bagaimana perdamaian di wilayah itu bisa dilakukan bersama penduduk setempat. Belum lagi sekitar 160.000 warga yang lari ke wilayah Irak akibat invasi itu, harus dikembalikan ke rumah mereka.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia bahkan menyebutkan warga sipil yang lari akibat serangan Turki mencapai 300.000. Angka manusia yang terlantar ini membuat serangan itu adalah pergolakan terbesar sejak perang saudara Suriah tahun 2011. Kelompok monitor itu juga mengatakan hampir 500 orang tewas, termasuk puluhan warga sipil, dan mereka mayoritas orang Kurdi.
Situasi ini, tampaknya juga tidak dalam kalkulasi untuk membangun zona aman, di mana konflik sosial di antara warga bisa terjadi akibat pemulangan pengungsi ke wilayah itu. Apalagi ada indikasi, seperti diberitakan Amnesty Internasional, dilakukan Turki secara paksa.
Turki mungkin akan memberi “pukulan” pada YPG yang disebut sebagai cabangnya PKK di Suriah, dan juga berarti “pukulan” bagi PKK. Turki juga mungkin akan mencapai target mengurangi pengungsi Suriah di negara itu, meskipun itu berarti hanya memindahkan masalah ke wilayah lain, dan pengungsi berada dalam bahaya yang lebih besar. Namun kawasan itu tampaknya belum melihat apa arti “aman” dan “damai” akan terwujud dalam waktu dekat, ketika berbagai upaya dilakukan dengan kekuatan militer dan tekanan.
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...