Nafsu Tongkol: Catatan Buat Ari Aditya
Mulut boleh salah, tetapi tekad untuk belajar tidak akan melemah.
SATUHARAPAN.COM – Dia adalah Ari Aditya, bocah kelas 3 SD yang diminta Presiden Jokowi untuk menjawab empat jenis ikan dalam kesempatan peluncuran Kartu Indonesia Pintar di Kemayoran, Kamis 27 Januari 2017.
Pada mulainya ia menyebutkan dengan canggung. Ikan Lele, Paus, dan Teri. ”Hayo, satu lagi dapet sepeda,” janji Pak Jokowi membesarkan hatinya. Sayang seribu sayang, Ari terselip lidah ketika menyebutkan ikan Tongkol.
Sial bagimu, Dik. Kamu terselip lidah di hadapan Jokowi, orang nomor satu di negeri ini. Sayang bagimu Dik, segala hal yang terkait Jokowi akan menjadi berita satu negara.
Kini, kesalahanmu pun jadi perbincangan jagat maya. Semua membicarakanmu, semua menertawakan kegagalanmu untuk mengucap Ikan Tongkol dengan benar. Bahkan, orang-orang kreatif pun memanfaatkan moment ini dengan bernafsu.
Mereka sedemikian bernafsu untuk mendapatkan tingginya Web Traffic, mendulang like juga views, demi mendapatkan ganjaran uang dari iklan-iklan yang berseliweran di jagat maya.
Mereka jahat? Nggak juga dik. Mereka cuma tega. Mereka juga berjuang hidup dari pekerjaan mereka di dalam dunia kreatif. Konten apa yang bisa mengumpulkan massa dengan segera. Itulah yang mereka cari.
Ketika massa terkumpul di suatu portal media yang ditentukan, marketing pun akan dilancarkan. Semua media akan mereka manfaatkan baik dari Fanspage Facebook, YouTube Channel, maupun media lainnya.
Namun tenang dik. Begitu cepat media membesar-besarkan kekeliruanmu. Begitu cepat pula mereka akan melupakanmu. Tergantikan oleh berita lain yang lebih menjual.
Namun, sayang memang. Namamu akan tercatat di dalam sejarah lini massa. Ari Aditnya, seorang murid 3 SD yang dimanfaatkan sedemikian rupa oleh orang-orang kreatif untuk meningkatkan Traffic Views portal media yang mereka miliki. Semua demi uang Dik, hanya demi uang. Untuk mereka makan.
Mereka jahat? Nggak juga, Dik, mereka hanya khilaf. Mereka hanyalah pejuang bagi kehidupan mereka sendiri. Apakah mereka peduli terhadap trauma di dalam dirimu? Masa bodoh dengan hal itu, Dik. Yang ada di pikiran mereka, yang penting viral. Semua mata tertuju kepada marketing portal media yang mereka miliki.
Maaf Dik, sedikit catatan lagi.
Aku pun termasuk dari orang banyak yang terhanyut di dalam gelak tawa. Terlalu lama hanyut di dalam euforia melecehkan kekeliruanmu dalam bicara.
Padahal, aku pun pernah berada di posisimu Dik. Tertunduk malu karena gagal untuk bertutur dengan lentur. Mereka biasa menyebutnya Apraxia of speech (AOS) atau Oral Motor Speech Disorder. Mungkin agak berbeda denganku, Dik. Tetapi, aku merasakan terhinanya ditertawakan seluruh jagat raya. Entah itu dalam skala negara atau hanya oleh teman sebaya. Semuanya sama-sama bikin menderita. Hanya karena aku sulit berkata-kata dengan lancar. Mereka pun tertawa menghina.
Kamu masih kelas tiga. Kesalahan adalah hal biasa. Kini kamu salah menyebutkan Ikan Tongkol. Namun, kesalahan itu bagian dari pembelajaran Dik. Kini tegakkan kepalamu, Dik. Beranilah berbicara kepada dunia juga kepada media yang terlena di dalam mendulang dana. Katakan, dengan terbata juga enggak apa-apa, ”Aku Ari Aditya mungkin sedang merasakan lelah. Tetapi aku tidak merasa lemah karena aku belum merasa kalah. Mulut boleh salah, tetapi tekad untuk belajar tidak akan melemah.”
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...