Natal di Baghdad dalam Ancaman Sektarian
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM – Sebagai ekspresi solidaritas terhadap umat Kristen yang menjadi korban serangan sektarian, pemerintah Baghdad, Irak, menjadikan perayaan Natal tahun 2015 ini sebagai perayaan resmi. Ini pertama setelah tahun 2008.
Kembang api dinyalakan di tepi sungai Tigris di Baghdad pada setiap malam minggu dan pada perayaan Natal, pengungsi di kamp-kamp setempat juga dikunjungi orang berkostum Santa Claus yang membagikan hadiah. Sebuah pohon Natal, yang disebutkan sebagai yang terbesar di Timur Tengah, telah dipasang di sebuah taman hiburan di kota Baghdad.
Langkah ini dilakukan di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa umat Kristen di Timur Tengah menghadapi ancaman keras eliminasi, ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh ekstremisme agama dan sektarianisme.
"Di beberapa daerah di Timur Tengah di mana lonceng gereja dibunyikan selama berabad-abad pada Hari Natal, tahun ini mereka diam," kata Presiden Amerika Serikat, Barack Obama dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada hari Kamis (24/12), mengutip kekejaman Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) terhadap umat Kristen di wilayah itu.
Komunitas Kristen Irak, sebagian besar terdiri dari etnis Assyria, adalah di antara yang komunitas Kristen tertua di dunia, dengan sejarah hampir 2.000 tahun. Untuk sebagian besar masa itu, orang Kristen memiliki hubungan yang relatif damai dengan tetangga mereka yang Muslim dan penguasa, dan masih menikmati kebebasan di bawah hukum agama Islam yang mereka terapkan.
Namun, NIIS atau ISIS telah menyebar teror di sebagian wilayah Irak utara dalam 18 bulan terakhir. Banyak orang Kristen Irak mempertaruhkan hidup dan kematian karena keyakinan mereka. Pada bulan Juli 2014, kelompok ekstremis mengeluarkan keputusan peringatan kepada umat Kristen di kota Mosul bahwa mereka akan dibunuh kecuali mereka meninggalkan iman mereka atau membayar pajak.
Rumah milik warga Kristen ditandai dengan cat merah dan properti mereka disita. Namun ancaman itu tidak terbatas di Irak. Dalam salah satu video terkenal dari Libya, pejuang yang setia kepada NIIS juga menunjukkan aksi pemenggalan kepala kepada umat Kristen.
Uskup Agung Bashar Warda dari Gereja Katolik Chaldean memohon kepada Inggris untuk perlindungan militer pada awal tahun ini. Dia memperingatkan bahwa masa depan komunitasnya tengah dipertaruhkan. "Kami tidak memiliki banyak waktu yang tersisa sebagai orang Kristen di wilayah ini," katanya, seperti dilaporkan ankawa.com.
Meskipun ancaman dari NIIS adalah hal baru, banyak orang Kristen Irak mengatakan masalah yang mereka hadapi sudah terjadi lebih lama. Pada 2014, ulama Kristen paling senior Irak telah memperingatkan bahwa NIIS itu hanya ancaman terbaru untuk orang Kristen di negara itu setelah invasi tahun 2003 oleh militer pimpinan Amerika Serikat yang menjerumuskan Irak ke dalam kekacauan.
"Ada sekitar satu juta orang Kristen di Irak, dan lebih dari setengahnya telah mengungsi," kata Patriark Gereja Kasdim, Louis Sako. "Hanya 400.000 yang tersisa ketika arus migrasi masih meningkat."
Banyak orang Kristen telah meninggalkan negara itu, menyusutkan penduduk Kristen Irak yang sudah kecil. "Masyarakat internasional mendorong orang Kristen untuk meninggalkan (wilayah ini)," akata Younadam Kanna, seorang anggota parlemen Kristen, mengatakan kepada The Washington Post. "Hal ini menghancurkan masyarakat kmi di sini."
Perayaan Natal resmi pertama di Baghdad diselenggarakan pada tahun 2008, ketika perayaan berlangsung dengan disponsori Kementerian Dalam Negeri Irak, di tengah serangan kelompok sektarianisme yang terus meningkatkan.
"Semua orang Irak adalah Kristen hari ini!" Kata seorang juru bicara kementerian kepada reporter CNN pada saat itu. Namun, meningkatnya kekerasan sektarian yang menargetkan orang Kristen Irak membatalkan perayaan Natal pada tahun berikutnya.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...