Natal Putih

SATU HARAPAN.COM – Meskipun salju tidak pernah turun di Indonesia. Natal saya selalu putih, mengesankan, dan membangkitkan kerinduan….

Natal-natal pertama saya di rumah Oma, di mulai jauh sebelum tanggal 25 Desember. Opa membawa pulang cemara asli yang menjulang hingga ke langit-langit dan meletakkannya di ruang depan. Acara menghias pohon Natal adalah peristiwa yang amat menggembirakan, saya ingat suatu kali Opa mendukung saya untuk meletakkan sebuah bintang di puncak pohon.

Natal bersama Pa dan Ma selalu memberikan kejutan menyenangkan pada pagi setelah Natal. Saya terkagum-kagum melihat air dan rumput yang saya sediakan bagi rusa Sang Santa telah raib, dan sebagai gantinya saya mendapat mainan-mainan lucu. Tradisi itu berhenti, ketika dengan terbuka saya berdoa kepada Sang Santa agar beliau mengirimkan boneka yang saya dambakan. Ketika itulah mereka tahu bahwa saya tahu.

Natal saya setelah itu diawali banyak latihan. Latihan paduan suara, latihan drama, latihan membaca puisi. Kemudian juga pertemuan-pertemuan panjang yang membicarakan persiapan Natal: rapat Natal. Tugas-tugas dan kesibukan-kesibukan dilakukan demi suatu hari yang teramat istimewa: Natal.

Natal, keramaian, kesibukan… dan kita kehilangan hilang arah…. Sementara Bayi Yesus, Sang Pemilik Natal, terkucil sendiri di sudut sepi, hingga waktunya tiba, Dia dikeluarkan untuk melengkapi fragmen Natal,  hanya untuk kemudian dikembalikan lagi ke sudut hampa.

Hanya oleh anugerah-Nya akhirnya saya menyadari kisah sesungguhnya di balik Kelahiran Agung. Natal adalah ketika sang Raja meninggalkan segenap kebesaran-Nya bagi makhluk papa yang begitu sangat berharga bagi-Nya.

Natal selalu membangkitkan kerinduan…. Itu adalah kerinduan untuk terus-menerus mengutamakan Sang Gembala Agung yang telah melawat saya dan tidak pernah sekali pun meninggalkan saya.

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com