Oposisi dan Pemerintah Suriah Saling Serang Melalui Pernyataan
MONTREUX, SATUHARAPAN.COM - Konferensi perdamaian untuk Suriah hingga hari kekedua, Kamis (23/1) belum menunjukkan kemauan kedua pihak untuk berkompromi sebagaimana kekuatan global harapkan dan usahakan untuk pembicaraan keduanya mengakhiri pertumpahan darah.
Pertanda yang belum menunjukkan diakhirinya konflik ditandai dengan pernyataan keras oleh kedua pihak pada hari pertama konferensi, Rabu (22/1). Pihak pemerintah dan oposisi basih berbenturan tentang nasib Presiden Suriah, Bashar Al-Assad pada pertemuan di Montreux, Swiss itu.
Harapannya masih kecil untuk sebuah terobosan pada konferensi tersebut. Namun para diplomat percaya bahwa kesediaan kedua pihak untuk bertemu di meja perundiangan merupakan pertanda penting, dan langkah maju pertama.
Setelah sepanjang hari para pihak dan peserta menyampaikan pidato resmi, akan dilanjutkan dengan pembicaraan yang melibatkan kedua belah pihak di Suriah yang akan dipimpin Sekjen PBB, Ban Ki-moon. Pertemuan itu diharapkan mendesak rezim dan oposisi Suriah untuk akhirnya bersedia bekerja sama di meja perundingan.
"Dunia ingin mengakhiri konflik segera," kata Ban dalam konferensi pers pada penutupan pertemuan di kota Montreux , Rabu. "Sudah cukup, waktunya untuk bernegosiasi."
Saling Serang Pernyataan
Sayangnya, pernyataan resmi yang dilontarkan oleh delegasi kedua pihak belum memberikan tanda-tanda kompromi. Pertemuan di kota di tepi Danau Jenewa ini adalah untuk pertama kalinya sejak konflik meletus di Suriah pada Maret 2011.
Penyebutan oposisi sebagai "pengkhianat" dan agen-agen asing oleh para pejabat Suriah yang menjadi delegasai, merupakan indikasi masih kerasnya kedua pihak. Sementara pihak opoisis menyebutkan pernyataan delegasi pemerintah sebagai kebohongan.
Tentang kekuasaan Al-Assad, pihak pemerintah bersikeras bahwa Bashar Al-Assad tidak akan menyerahkan kekuasaan, sedangkan oposisi mengatakan Al-Assad harus mundur dan diadili.
"Al-Assad tidak akan pergi," kata Menteri Informasi Suriah, Omran Al-Zohbi di sela-sela konferensi. Dan dalam sambutannya, Menteri Luar Negeri Suriah, Walid Muallem, mengejutkan pengamat dengan serangan keras terhadap oposisi yang berbicara melampau waktu yang disediakan sekitar 10 menit, dan memaksa Ban Ki-moon berulang kali meminta dia untuk berhenti bicara.
"Mereka (oposisi) mengklaim mewakili rakyat Suriah. Jika Anda ingin berbicara atas nama rakyat Suriah, Anda tidak harus menjadi pengkhianat rakyat Suriah, agen yang digaji musuh-musuh rakyat Suriah," kata Muallem.
Ahmad Jarba, Ketua Koalisi Nasional Oposisi Suriah, menyerukan agar rezim "segera" menandatangani kesepakatan yang dicapai pada konferensi perdamaian lalu di Jenewa pada tahun 2012 yang menetapkan "penyerahan kekuasaan dari Al-Assad, termasuk untuk militer dan keamanan, kepada pemerintah transisi.”
Jarba mengatakan bahwa hal itu akan menjadi "awal pengunduran diri Bashar Al-Assad dan pengadilan bersama semua penjahat rezimnya."
Sikap Luar Negeri
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, juga melancarkan serangan tajam dengan menegaskan bahsa Al-Assad tidak bisa menjadi bagian dari pemerintahan transisi. "Tidak ada cara, tidak mungkin dalam imajinasi, bahwa orang yang telah memimpin dengan cara brutal kepada rakyatnya sendiri bisa mendapatkan kembali legitimasi untuk memerintah," kata Kerry.
"Jangankan meletakkan visi positif untuk masa depan Suriah yang beragam, inklusif dan menghormati hak-hak semua, rezim Suriah memilih retorika yang membakar," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki.
Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius, menuduh rezim dengan nada sinis dengan mengatakan delegasinya adalah satu-satunya yang "tuli dan buta." Fabius mengatakan , situasinya sangat sulit, dan kita tidak bisa mengharapkan tempat yang nyaman yang disebutnua sebagai a bed of roses.
Pada penutupan konferensi persnya , Kerry mengatakan Washington juga mengupayakan jalan yang berbeda untuk menyelesaikan konflik bersama dalam perundingan damai, termasuk meningkatkan dukungan untuk oposisi.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, memperingatkan bahwa pembicaraan akan tidak sederhana, dan tidak akan cepat. Namun mendesak kedua belah pihak untuk mengambil "kesempatan bersejarah.”
Pembicaraan Langsung
Delegasi dari sekitar 40 negara dan badan-badan internasional yang berkumpul, tapi tidak ada pembicaraan langsung pada kedua pihak yang diharapkan dilakukan sampai Jumat (24/1) besok ketika delegasi oposisi dan pemerintah bertemu di Jenewa. Para pejabat mengatakan pembicaraan itu bisa berlangsung selama tujuh sampai 10 hari.
Utusan gabungan PBB - Liga Arab untuk Suriah, Lakhdar Brahimi, mengatakan pada konferensi pers penutupan pertemuan di Montreux bahwa dia akan bertemu pada Kamis (23/1) ini dengan kedua belah pihak untuk membahas langkah berikutnya dalam negosiasi.
"Besok saya akan bertemu mereka secara terpisah dan melihat bagaimana cara terbaik agar kita dapat bergerak maju," kata Brahimi. "Apakah kita langsung masuk ke satu ruangan dan mulai membahas atau kita berbicara dulu secara terpisah? ... Saya belum tahu."
Pecahnya Perang
Perang di Suriah meletus setelah rezim menindak protes massa yang terinspirasi oleh Arab Spring (revolusi yang dikenal sebagai musim semi Arab) pada Maret 2011. Perang saudara itu telah merenggut lebih dari 130.000 jiwa dan memaksa jutaan rakyat keluar rumah menjadi pengungsi di negara tetangga, atau terjebak di tengah pertempuran.
Dalam sebulan terakhir, konflik masih menemui jalan buntu untuk penyelesaian, dan pertempuaran berlangsung dengan brutal. Korban meninggal meningkat. Dan kamp-kamp pengungsian menghadapi nasib yang tidak menentu.
Dengan tidak ada pihak yang siap dengan konsesi, kemungkinan kekuatan dunia akan mencari penawaran jangka pendek untuk menjaga agar proses perundingan tetap bergerak maju, termasuk gencatan senjata lokal, akses kemanusiaan yang lebih bebas dan pertukaran tahanan.
Lakhdar Brahimi mengatakan bahwa dia "memiliki indikasi" dari kedua belah pihak bahwa mereka bersedia membahas masalah ini. Namun ada kekhawatiran tentang boikot Iran yang tidak disertakan dalam konferensi. Iran adalah mitra Al-Assad yang tidak undangannya dibatalkan oleh PBB pada jam-jam terakhir pertemuan.
Penyelidikan Internasional
Rezim Bashar Al-Assad didominasi oleh cabang Islam Syiah, Alawit. Mereka berhadapan dengan pemberontak yang didominasi Muslim Sunni, dan latar belakang ini menimbulkan kecemasan di Timur Tengah.
Sementara perundingan berlangsung di publik dikeluarkan bukti baru dalam sebuah laporan yang menuduh pasukan Bashar Al-Assad telah secara sistematis membunuh dan menyiksa 11.000 orang. Pihak oposisi minta tentang hal itu dilakukan penyelidikan internasional.
Foto-foto dan keterangan dari seorang pembelot disebutkan menggambarkan cara-cara penyikaan yang sadis, dan tahanan menghadapi kelaparan.
"Kita harus menghentikan lingkaran kekerasan ini. Kami meminta pemeriksaan internasional untuk mengunjungi tempat-tempat penahanan dan melihat fakta-fakta penyiksaan terhadap warga negara, dan kita hadapi setiap hari," kata Jarba. (AFP)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...