Padang Rumput Qunu, Tempat Peristirahatan Terakhir Mandela
QUNU, SATUHARAPAN.COM – Sorotan berbagai media besar dunia atas pemakaman mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela pun terhenti sudah ketika pejabat tinggi militer memberi penghormatan pada peti jenazah. Matahari bersinar terik pada Minggu (15/12), menyinari padang rumput mahaluas di Qunu,tempat yang dipilih Nelson Mandela sebagai peristirahatan terakhir.
Masih bisa dilihat melalui tayangan janda Nelson Mandela, Graca Machel dan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma duduk di barisan depan di tenda paling dekat dengan tempat peti jenazah diletakkan di tempat terbuka. Rangkaian bunga putih mawar dan lili menghiasi bagian kiri dan kanan lubang kubur.
Di padang rumput Qunu yang mahaluas dan tenang, hampir seribu kilometer dari ibu kota Afrika Selatan Johannesburg, yang beratap langit, pada sekitar pukul satu siang waktu setempat, berakhir upacara penghormatan terakhir secara militer dan kenegaraan. Upacara pemakaman selanjutnya dilangsungkan secara tertutup, hanya diikuti anggta keluarga dan warga adat, menurut tradisi Xhosa. Saatnya nyaris tepat, pada saat matahari sedang tinggi.
Bendera Afrika Selatan yang menutup peti jenazah dilepaskan, seperti dilaporkan BBC, digantikan dengan lembaran kulit macan tutul. Tetua anggota keluarga akan berkomunikasi dengan “jiwa” almarhum.
Lembu jantan disembelih pada hari penguburan itu, dan menjadi jamuan. Satu tahun dari saat itu, akan disembelih lagi lembu jantan menandai hari akhir perkabungan.
“Pohon raksasa kini telah roboh. Ia sekarang dalam perjalanan beristirahat dengan tenang bersama para pendahulunya. Terima kasih kami kepada siapa pun yang telah menyebut dan menjadikannya sebagai ikon,” kata wakil keluarga Ngangomhlaba Matanzima, tak lupa berterima kasih kepada tim medis militer yang merawat Mandela sebelum kematiannya.
Para cucu, diwakili Nandi Mandela, seperti diutarakannya dalam pidato kenangan menjelang pemakaman, akan selalu merindukan tawa dan senyumnya. Walaupun Nandi menyebutnya sebagai kakek yang juga mengajari semua anggota keluarga berdisiplin, para cucu dan cicit akan lebih mengenangnya sebagai kakek yang punya rasa humor tinggi.
“Kami akan terus merindukanmu, termasuk suara kerasmu ketika tidak berkenan atas tindak-tanduk kami. Kami akan merindukan tawamu,” ujar Nandi, mengenang kakeknya.
Pejuang apartheid yang mengajarkan perdamaian dan pengampunan tak berbatas itu akan tetap jadi sosok yang dikenang, bukan hanya anggota keluarga besar, rekan seperjuangan, murid, juga banyak orang di dunia yang terinspirasi kehidupannya. Namun, teriakan banyak warga Afrika Selatan yang setia mengikuti rangkaian upacara pemakaman layak direnungkan, “Lantas, siapa yang akan jadi ayah bagi kami?” (CNN, BBC, Euronews)
Seluruh Pengurus PGI Periode 2024-2029 Dilantik dalam Ibadah...
TORAJA, SATUHARAPAN.COM-Majelis Pekerja Harian (MPH), Badan Pengawas (BP), Majelis Pertimbangan (MP)...