Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 20:44 WIB | Rabu, 03 September 2014

Pakar: UU MD3 Tak Cerminkan Negara Hukum

“Ada keinginan dari Dewan untuk mereformasi parlemen, agar bisa kuat, akuntabel, dan kedap korupsi. Inilah desain besar dari parlemen ke depan,” kata Benny K Harman ketua Pansus RUU Perubahan MD3 didampingi dua wakil ketua, Fakhri Hamzah (F-PKS) dan Ahmad Yani (F-PPP) dalam rapat kerja Pansus dengan pemerintah, Selasa 4 Maret 2014. (Foto: dpr.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Dr Johanes Tuba Helan, M.Hum menilai, undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), sesungguhnya tidak mencerminkan negara hukum.

"Sejak awal lahirnya UU MD3, saya sudah tegaskan bahwa undang-undang ini tidak mencerminkan negara hukum. Apa kelebihan anggota dewan sehingga mau diperiksa polisi, jaksa atau KPK harus mendapat izin," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Rabu, terkait revisi dan uji materi UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam revisi UU MD3, salah satu persoalan yang menjadi keberatan publik adalah birokratisasi izin pemeriksaan anggota dewan, karena dalam undang-undang tersebut terdapat ketentuan yang mempersulit penegak hukum untuk menyentuh legislator, terkait kasus hukum sebagaimana terkandung dalam Pasal 220 naskah revisi UU MD3.

Dalam pasal tersebut mengatur pemeriksaan anggota DPR harus atas izin presiden sehingga bertentangan dengan ketentuan konstitusi, di mana setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum.

Menurut dia, anggota dewan yang mewakili rakyat di lembaga dewan tidak memiliki kekebalan hukum, tetapi memiliki status sama dengan semua warga negara yang memiliki kesamaan di depan hukum.

Karena itu, mantan Ketua Ombudsman Perwakilan NTT-NTB itu mendukung langkah sejumlah pihak yang akan mengajukan "judicial review" atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), agar dapat membatalkan apa yang sudah disahkan oleh lembaga legislatif itu. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home