Palestina Israel: Kesepakatan Final dalam 10 Bulan Kedepan
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM - Perunding Israel dan Palestina akan mencapai kesepakatan dengan status final dalam sembilan atau sepuluh bulan ke depan untuk mengakhiri konflik panjang di antara kedua pihak. Demikian dikatakan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, yang menjadi penengah dalam perundingan tersebut, Selasa (30/7) di Washington DC.
John Kerry mengatakan bahwa pertemuan lain antara kedua belah pihak akan diselenggarakan di Israel atau di wilayah Palestina dalam dua minggu ke depan. Pertemuan lanjutan itu akan merupakan proses negosiasi secara formal.
Kerry mengatakan bahwa semua masalah akan diajukan untuk dibahas. "Semua masalah berada di meja dengan satu tujuan sederhana: mengakhiri konflik, mengakhiri klaim."
Kerry mengatakan pihak telah berkomitmen untuk negosiasi berkelanjutan, berkesinambungan dan substantif, serta fokus pada isu-isu inti yang memisahkan mereka. Kerry mengatakan hal itu pada sebuah jumpa pers setelah dua hari pembicaraan antara kedua belah pihak di Washington DC.
Kepemimpinan Berani
Sebelumnya, Presiden AS Barack Obama bertemu dengan perunding Israel dan Palestina, yaitu Menteri Kehakiman Israel, Tzipi Livni, dan pemimpin perunding Palestina, Saeb Erekat, di Gedung Putih.
Kerry mengatakan bahwa perundingan ini adalah jalan yang sulit. Tapi dengan negosiasi yang saling menghormati akan sampai pada kesepakatan. Dia melaporkan bahwa pertemuan di Washington telah berlangsung konstruktif dan positif. Dia juga memuji adanya kepemimpinan yang berani yang ditunjukkan oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan Presiden Otorita Palestina, Mahmoud Abbas untuk sampai ke titik tersebut.
Pada pertemuan itu, Saeb Erekat, mengatakan bahwa dia senang, karena semua masalah akan ditangani. "Palestina sudah cukup menderita ... Ini saatnya bagi Palestina untuk hidup dalam damai, kebebasan dan martabat dalam negara mereka sendiri yang berdaulat dan independen."
Tzipi Livni mengatakan bahwa setelah bertahun-tahun kebuntuan dia berharap ada secercah harapan. Ini adalah tugas untuk bekerja sama. "Saya percaya bahwa sejarah tidak dibuat oleh sikap sinis. Hal ini dilakukan secara realis dan tidak takut untuk bermimpi. Dan marilah kita menjadi orang-orang yang mewujudkannya."
Isu inti yang selama ini menjadi ganjalan dalam perundingan Israel-Palestina adalah tentang Jerusalem. Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibukota negara masa depan, namun Israel tidak mau membaginya. Tentang perbatasan dan permukiman, Israel ingin mempertahankan kawasan dengan pemukim utama Yahudi. Sedangkan Palestina menginginkan perbatasan sepanjang 1.967 baris, dan menerima usul Irsrael untuk beberapa pemukiman dengan imbalan pertukaran lahan.
Isu lain adalah tentang pengungsi Palestina, Israel menolak gagasan tentang orang Palestina memiliki hak untuk kembali. Dan tentang keamanan, Israel menginginkan perjanjian akhir yang akan memenuhi kebutuhan keamanan. Sedangkan Palestina menginginkan negara untuk memiliki keamanan dari aksi militer Israel dan tidak ada kedaulatan yang dikompromikan. (bbc.co.uk / ria.ru / dw.de)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...