Paus: Solusi Militer di Suriah Upaya Sia-sia
VATIKAN, SATUHARAPAN.COM - Paus Fransiskus meminta para pemimpin dari 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia untuk "meninggalkan upaya sia-sia melalui solusi militer" untuk mengakhiri perang sipil di Suriah.
Paus mengatakan hal itu dalam suratnya yang ditujukan kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin, sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di St Petersburg, Rusia (5-6/9). Surat itu ditulis Rabu dan siarkan sehari kemudian.
Paus meminta para pemimpin G-20 untuk mempromosikan solusi damai melalui dialog dan negosiasi bagi penyelesaian krisis di Suriah.
Hari Kamis, Menteri Luar Negeri Vatikan bertemu duta besar Rusia menyampaikan keprihatinan Vatikan atas perang di Suriah, termasuk nasib minoritas Kristen di sana yang hidup dalam bahaya terjepit di antara kelompok ekstremis di pihak oposisi dan militer pemerintah Presiden Bashar Al-Asaad.
Dalam suratnya kepada Putin, Paus menulis bahwa "sejak awal konflik di Suriah, kemenangan pada satu pihak kepentingan, pada kenyataannya menghambat pencarian solusi yang akan menghindari pembantaianyang sekarang berlangsung."
Rusia adalah pendukung utama Al-Asaad, namun pejabat Vatikan menekankan bahwa surat Paus ditujukan kepada Putin sebagai tuan rumah KTT G-20. KTT itu terutama akan membahas masalah keuangan dan ekonomi.
"Tanpa perdamaian, tidak ada pembangunan ekonomi," tulis Paus. "Kekerasan tidak pernah melahirkan perdamaian, sebuah kondisi yang diperlukan untuk pembangunan."
Minoritas Jadi Korban
Uskup Agung, Dominique Mamberti, yang juga Sekretaris Vatikan untuk Hubungan Luar Negeri menyampaikan seruan untuk dialog dan negosiasi bagi Suriah. Seruan itu disampaikan kepada lebih dari 70 duta besar terakreditasi untuk Takhta Suci.
Dia mengatakan, setiap penyelesaian konflik Suriah tidak harus membagi negara itu menjadi daerah kantong etnis atau agama. Dia menyerukan untuk melindungi umat Kristen di Suriah dan hak mereka untuk memeluk agama mereka sendiri dan berkontribusi untuk kepentingan umum di negara mayoritas penduduknya beragama Muslim.
Para pemimpin Kristen di Suriah telah sering mengungkapkan kekhawatiran atas nasib mereka setelah pemerintah Al-Asaad dijatuhkan. "Alasan untuk khawatir adalah kehadiran dan berkembangnya kelompok-kelompok ekstremis di Suriah yang sering berasal dari negara lainnya," kata Mamberti.
“Oleh karena itu, penting untuk mendesak penduduk dan juga kelompok oposisi untuk menjaga jarak mereka dari ekstremis dan secara terbuka dan jelas menentang terorisme," kata dia. (vatican.va)
OpenAI Luncurkan Model Terbaru o3
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM- Dalam rangkaian pengumuman 12 hari OpenAI, perusahaan teknologi kecerdasan...