PBB: 1 September Batas Waktu Sudan Sepakati Perdamaian
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu (26/8) memutuskan memberikan kesempatan kepada Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir, sampai dengan 1 September untuk melaksanakan penuh kesepakan damai yang telah ditandatangani.
"Batas waktu baginya adalah 1 September" kata Duta Besar Nigeria, Joy Ogwu, yang memimpin dewan bulan ini. "Dia memiliki ruang untuk mempertimbangkan," katanya seperti dikutip AFP.
Sebelumnya, DK PBB menyambut keputusan pihak saingan di Sudan Selatan untuk mengadakan konferensi tingkat tinggi-mini, di mana Pemerintah, demi kepentingan perdamaian, diharapkan untuk menandatangani perjanjian yang telah disahkan oleh mantan Wakil Presiden Riek Machar.
Sementara itu, pejabat PBB di negara itu menyebutkan bahwa situasi keamanan di lapangan tetap "stabil dan tegang." Sudan selatan tengah dilanda konflik terkait persaingan politik dan konflik sektarian dengan situasi kemanusiaan yang makin memprihatinkan.
Kepentingan Rakyat
"Saya tegaskan panggilan saya kepada para pemimpin Sudan Selatan untuk menempatkan kepentingan rakyat mereka di atas ambisi pribadi dan untuk melaksanakan perjanjian perdamaian dengan itikad baik," kata Ellen Margrethe Loj, kepala Misi PBB di negara itu (UNMISS) dalam penjelasan kepada Dewan Keamanan PBB, hari Selasa (25/8).
Perjanjian damai ditandantangani pada 17 Agustus, dan mendesak Presiden Sudan Selatan, Salva Kiir, untuk menandatangani kesepakatan itu paling lambat 15 hari dan untuk menghentikan semua permusuhan.
Menurut laporan UNMISS, pertempuran terus terjadi di Sudan Selatan dengan korban makin banyak pada penduduk sipil. Serangan besar dilakukan oleh milisi tentara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLA) sejak April dan mengguncangkan keamanan di negara itu.
Pada tanggal 19 Agustus, pertempuran terjadi antara SPLA dan pasukan oposisi di sekitar kota Leer, dan kedua pihak saling menuding pihak lain yang memulai. Kedua pihak sekarang berhadapan di sepanjang tepi Sungai Nil, menandai tidak mengindahkan kesepakatan perdamaian.
Kemanusiaan Memburuk
UNMISS menjelaskan bahwa situasi kemanusiaan secara keseluruhan terus memburuk secara tajam. Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan, Stephen O'Brien, melaporkan bahwa sampai saat ini, lebih dari 2,2 juta orang mengungsi akibat konflik, meningkat 200.000 sejak awal tahun ini. Lebih 616.000 orang telah melarikan diri ke negara-negara tetangga.
Kerawanan pangan yang parah juga dialami 4,6 juta orang tahun ini dibandingkan dengan 3,8 juta pada puncak musim kering tahun lalu.
Dilaporkan bahwa tingkat kekejaman terhadap warga sipil menunjukkan antipati yang dalam melampaui perbedaan politik. Hal itu terjadi dengan pembunuhan yang merajalela, pemerkosaan, penculikan, penjarahan, pembakaran dan pemindahan paksa. Juga tindakan mengerikan, seperti pembakaran orang di dalam rumah mereka sendiri, kata O'Brien.
Dia meyakinkan Dewan tentang bukti tindakan sengaja menargetkan orang atas dasar etnis dan pembalasan, serta serangan pada perempuan dan anak perempuan. Ratusan dari mereka diculik dan mengalami kekerasan seksual, termasuk oleh geng perkosaan.
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...