PBB: 12 Juli Dijadikan Malala Day
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Malala Yousafzai akan merayakan ulang tahunnya yang ke-16 dengan pidato di markas besar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York. Pidatonya akan berkaitan dengan promosi bagi pendidikan yang aman dan memperoleh pendidikan bagi anak perempuan.
Malala Yousafzai adalah nama yang begitu dikenal belakangan ini karena keberaniannya dalam memperjuangkan hak anak perempuan di Pakistan untuk mendapatkan pendidikan. Dan dia melakukan itu dengan mempertaruhkan nyawa.
Pada Oktober tahun lalu, Malala ditembak oleh orang dari kelompok Taliban di Pakistan pada bagian kepalanya. Setelah mendapatkan perawatan medis di Inggris, pada bulan Maret lalu dia mulai kembali masuk sekolah.
Sekarang ini diseluruh dunia ada 57 juta anak tidak bisa pergi ke sekolah, dan setengah dari mereka hidup di negara-negara yang terkena dampak konflik.
Lembaga PBB yang bergerak di bidang Pendidikan dan Kebudayaan, UNESCO, dan Save the Children, menjelang penampilan Malala menyebutkan bahwa masih banyak anak-anak di dunia yang belum memperoleh pendidikan dengan baik.
Malala akan membahas masalah ini bersama lebih dari 500 pemimpin muda dari seluruh dunia di Majelis Pemuda yang diselenggarakan oleh Presiden Majelis Umum, Vuk Jeremic, dan utusan khusus PBB untuk pendidikan global, Gordon Brown, yang juga mantan perdana menteri Inggris.
PBB bahkan telah menyatakan 12 Juli yang merupakan ulang tahunnya sebagai "Malala Day."
Dalam laporan bersama itu, disebutkan bahwa jumlah anak-anak usia sekolah dasar yang tidak mendapatkan pendidikan telah turun dari 60 juta pada 2008, menjadi 57 juta pada tahun 2011. Namun dalam periode tersebut, di negara yang berkonflik, persentase pemuda yang tidak memperoleh pendidikan dasar naik dari 42 persen menjadi 50 persen, kata UNESCO.
Save The Children mengatakan laporan menunjukkan bahwa pada tahun 2012 ada lebih dari 3.600 serangan yang didokumentasikan terjadi pada dunia pendidikan, termasuk kekerasan, penyiksaan dan intimidasi terhadap anak-anak dan guru. Hal itu mengakibatkan kematian atau cedera serius, dan penembakan, pemboman sekolah, serta perekrutan anak usia sekolah oleh kelompok bersenjata.
Sejak awal konflik di Suriah lebih dari dua tahun yang lalu, 3.900 sekolah telah hancur, rusak atau ditempati untuk tujuan non-pendidikan, kata laporan itu.
Laporan, yang berjudul "Children Battling To Go To School," (Anak-anak Berjuang untuk Pergi Sekolah) menyebutkan bahwa 95 persen dari 28,5 juta anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan sekolah dasar tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah . Sebanyak 44 persen berada di kawasan di sub-Sahara, Afrika, 19 persen di Asia Selatan dan Asia Barat, dan 14 persen di negara-negara Arab, kata UNESCO.
Jumlah anak perempuan yang menjadi korban perkosaan dan kekerasan seksual yang menyertai konflik bersenjata juga naik menjadi 55 persen, kata UNESCO.
"Di banyak negara-negara termiskin di dunia, konflik bersenjata terus menghancurkan bukan hanya infrastruktur sekolah, tetapi juga harapan dan ambisi seluruh generasi anak-anak," kata Direktur Jenderal UNESCO, Irina Bokova.
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...