PBB: Penyelidikan Segera Penggunaan Senjata Kimia di Suriah
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menggelar sidang darurat pada hari Rabu (21/8) dan memutuskan untuk penyelidikan secara cepat terhadap serangan dengan senjata kimia yang diduga terjadi di pinggiran ibu kota Suriah, Damaskus.
Oposisi Suriah menuduh pasukan pemerintah pada hari Rabu (21/8) dini hari menggunakan senjata kimia untuk menyerang wilayah yang dikuasai pemberontak di pinggiran timur Damaskus. Berita itu awalnya menyebutkan korban berjumlah belasan atau puluhan. Namun berita terakhir menyebutkan korban sampai ratusan orang.
Pada pemberitaan sebelumnya, aktivis mengatakan bahwa roker-roket dengan bahan kimia diluncurkan dan menghantam kawasan pinggiran Damaskus, Ain Tarma, Zamalka dan Jobar. Hal itu terjadi selama serangan yang sengit oleh pasukan pemerintah pada dini hari.
Data dari kantor medis menyebutkan bahwa korban meninggal mencapai 150 orang di Hammouriya, 100 di Kfar Batna, 67 di Saqba, 61 di Douma, 76 di Mouadamiya, dan 40 lain di wilayah pinggiran Damaskus. Para korban sebagian besar meninggal karena gas beracun, dan sekitar 10 persen yang meninggal karena tembakan.
Penyelidikan Segera
Serangan ini bertepatan dengan kunjungan 20 anggota tim penyelidik PBB tentang senjata kimia yang datang ke Suriah. Namun tim ini hanya memegang mandat untuk menyelidiki tiga kasus penggunaan senjata kimia yang dituduhkan sebelumnya.
"Ada kekhawatiran yang kuat di antara anggota dewan, dan harus ada kejelasan tentang apa yang terjadi," kata Duta Besar Argentina untuk PBB, Maria Cristina Perceva. Dewan keamanan mendukung Sekjen PBB, Ban Ki-moon untuk memastikan penyelidikan yang menyeluruh dan tidak berpihak (imparsial) terhadap kasus penggunaan senjata kimia ini.
Di PBB, sejumlah negara mendorong tim penyidik yang ada di Suriah untuk menyelidiki juga kasus ini. Tim ini dipimpin oleh Ake Sellstrom. Ada 35 negara yang mendorong penyelidikan segera, di antaranya adalah Amerika Serikat, Inggris dan Perancis.
Namun demikian, diplomat di PBB menyebutkan bahwa Rusia dan China menolak bahasa yang mengarah pada tuntutan penyelidikan PBB di Suriah.
Sekjen PBB pada awalnya sangat terkejut dengan penggunaan sejata kimia dalam konflik bersenjata di Suriah. “Benar-benar tidak dapat diterima,” kata Ban Ki-moon seperti disampaikan juru bicaranya.
Melecehkan PBB
Sebelumnya diberitakan bahwa serangan dengan senjata kimia dilancarkan di pinggiran Damaskus pada Rabu dini hari waktu setempat. Tak lama berselang aktivis oposisi mengungah video ke jaringan You Tube tentang insiden ini.
Banyak pihak menyebutkan video tersebut tidak mudah diidentifikasi dan hanya menampilkan petugas medis yang sibuk dan kewalahan menangani pasien, termasuk anak-anak. Sebagian di antara mereka tergeletak di tanah, dan para korban dalam kondisi tanpa luka.
Pengamat Suriah dalam bidang hak asasi manusia yang berbasis di Inggris menyebutkan korban serangan senjata kimia ini setidaknya 100 orang meninggal. Namun Koalisi Nasional Suriah Nasional, George Sabra, mengatakan bahwa lebih dari 1.300 orang tewas dalam apa yang dia sebut sebagai "coup de grace” yang membunuh semua harapan untuk solusi politik di Suriah.
Serangan senjata kimia ini dinilai banyak negara sebagai tindakan melecehkan PBB, karena dilakukan justru ketika inspektur PBB sedang ada di negara itu untuk penyelidikan penggunaan senjata kimia.
Rezim Suriah Menuduh Provokasi
Sejauh ini, angkatan bersenjata Suriah membantah keras penggunaan senjata kimia, dan televisi negara mengatakan tuduhan itu dibuat untuk provokasi dan mengalihkan perhatian para penyelidik PBB.
Uni Eropa mengecam penggunaan senjata kimia, dan hal ini tidak dapat diterima. "Kami sedang menunggu informasi lebih lanjut tentang hal ini. Jika diverifikasi hal ini menunjukkan eskalasi yang mengejutkan tentang penggunaan senjata kimia di Suriah, kami bertekad orang yang bertanggung jawab akan dimintai pertanggungjawaban," kata Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague.
Liga Arab juga mendesak inspektur PBB untuk mengunjungi kawasan terjadinya serangan dan menyelidiki kasus tersebut.
Rusia yang selama ini mendukung rezim Bashar Al Assad cenderung menduga serangan sebagai provokasi oleh oposisi. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Alexander Lukashevich, mengatakan situasi di sekitar laporan serangan itu, termasuk keberadaan inspektur PBB di Suriah, menyatakan bahwa serangan bisa menjadi provokasi oleh pihak oposisi.
"Kita berhadapan dengan provokasi yang telah direncanakan. Hal ini didukung oleh fakta bahwa tindak pidana tersebut dilakukan di dekat Damaskus pada saat itu ketika misi pakar PBB telah berhasil memulai pekerjaan mereka untuk menyelidiki dugaan kemungkinan penggunaan senjata kimia di sana," kata Lukashevich dalam sebuah pernyataan.
Senjata Kimia Terbesar
Selama ini Suriah disebut-sebut memiliki cadangan terbesar di dunia dalam senjata kimia, termasuk gas mustard dan bahan gas saraf sarin. Namun pihak pemerintah Suriah menolak untuk mengkonfirmasi atau menyangkal memiliki senjata tersebut.
Pihak pemberontak dan pemerintah bahkan saling menuduh tentang siapa yang menggunakan senjata kimia dalam serangan selama perang saudara di negara itu. Isu pengunaan senjata kimia terus muncul dalam operang yang sudah berlangsung hamper tiga tahun ini.
Pada bulan Juni, AS mengatakan pihaknya memiliki bukti yang meyakinkan bahwa rezim Bashar Al Assad menggunakan senjata tersebut dalam serangan terhadap kekuatan oposisi.
Perang saudara di Suriah telah membunuh lebih dari 100.000 orang, dan membuat dua juta lebih rakyat Suriah menjadi pengungsi di negara-negara tetangga. (bbc.co.uk /ajazeera.com / un.org / ria.ru)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...