PDIP Tak Mendukung Revisi UU Pilkada
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Politisi senior PDI Perjuangan Pramono Anung mengatakan PDI Perjuangan tak mendukung langkah Komisi II DPR yang ingin melakukan revisi Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan UU Partai Politik (Parpol).
Pramono menilai, partai yang sedang bersengketa, yakni Partai Golkar dan Partai Pesatuan Pembangunan (PPP) tetap bisa ikut Pilkada serentak tanpa perubahan UU Pilkada.
"Harusnya Komisi II DPR tak usah mengakomodir kepentingan partai yang sedang berseteru, pasalnya, Partai Golkar dan PPP harus bersikap dewasa untuk melakukan islah jika ingin ikut dalam hajat pemilihan kepala daerah tersebut," kata Promono di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (18/5).
"PDIP tidak menyetujui revisi, ini lebih kalau memang masih ada perselihan partai harus islah. Dan bertindak secara dewasa," tambah dia.
Mantan Wakil Ketua DPR ini mengatakan bahwa dirinya telah mendapat kabar terbaru jika PPP dan Partai Nasional Demokrat (NasDem) tidak ingin merevisi dua UU tersebut.
"Kita juga sudah mendengar bahwa PPP dan NasDem tidak sepakat untuk direvisi UU tersebut," kata dia.
Untuk itu, kata Pramono jika nantinya Partai Golkar dan PPP tidak diakomodir kepentingannya untuk ikut Pilkada serentak, dirinya berhatap agar dua partai tersebut tidak membuat gaduh pada penyelenggaraan Pilkada tersebut. Sebab, mereka sendiri yang tidak ingin adanya islah.
"Dan jangan membuat kegaduhan baru, kalau memang ada partai politik sengeta, silahkan diselesaikan dahulu. Kalau PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) belum juga diputuskan, maka Islah adalah jalan keluar," kata dia.
Sebelumnya Komisi II DPR merekomendasikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), apabila hingga pendaftaran peserta pilkada pada 26-28 Juli berakhir dan belum ada keputusan yang berkekuatan tetap maka partai yang sedang bersengketa dapat menggunakan putusan pengadilan yang sudah ada saat itu. Putusan hukum yang berkekuatan tetap baru akan digunakan pada pilkada periode selanjutnya.
Namun, dalam draf peraturan KPU yang telah disetujui, KPU tidak mengakomodir usulan tersebut. KPU berpedoman bahwa partai bersengketa yang ingin mengikuti Pilkada, harus memiliki keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Atau sengketa harus lebih dulu diselesaikan melalui islah.
Atas alasan tersebut, DPR kemudian merekomendasikan beberapa hal, salah satunya, yaitu rencana merevisi UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
Komisi II DPR lewat 10 Fraksi yakni, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura),Partai Golkar, Partai NasDem, PPP, PDIP, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) setuju jika KPU merevisi UU Pilkada dan UU Parpol.
Namun, dengan bergulirnya waktu PPP, PDIP dan Partai NasDem menarik diri dari dukungan revisi tersebut. Mereka menganggap tidak relevan apabila dua UU tersebut dilakukan revisi, karena revisi tersebut dilakukan hanya untuk mengakomodir partai-partai yang sedang memiliki konflik kepengurusan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...