Pekerja dan Hari Buruh 2013 dalam Pandangan Rohaniawan
VATIKAN, SATUHARAPAN.COM – Hari buruh sedunia atau May Day (1 Mei) beberapa hari lalu bukanlah sekadar peringatan dan aksi untuk memperjuangkan regulasi perburuhan, apalagi sebatas soal upah. May Day juga menyinggung masalah martabat manusia. Oleh karena itu sejumlah rohaniawan ikut bicara tentang hal ini, apalagi ingatan kita masih segar dengan tragedi robohnya bangunan pabrik garmen di Bangladesh.
Sekretaris Jenderal Federasi Gereja-gereja Lutheran (LWF), Martin Junge, misalnya mengungkapkan bahwa hidup manusia tidak boleh dikorbankan hanya demi meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.
Nyawa manusia tidak untuk “dijual' dan nilai hidup mereka tidak boleh ditundukkan oleh aturan mengejar keuntungan dan persaingan di pasar global, kata Junge. Dia mengkritik kasus di Bangladesh yang mencerminkan nilai dan hidup manusia tidak lebih berharga dari profit dan neraca pembukuan perusahaan.
Kerja Adalah Martabat Manusia
Dari Kota Vatikan, Paus Fransiskus mengajak kita untuk melihat masalah pekerjaan dan pengangguran lebih luas dari sekadar masalah ekonomi. Masalah pengangguran "sangat sering disebabkan oleh pandangan masyarakat yang hanya melihat ekonomi saja, yang berusaha secara egois mengejar keuntungan di luar batas-batas keadilan sosial," kata Paus di hadapan sekitar 70.000 pekerja di St Joseph.
"Saya menyampaikan undangan kepada semua orang untuk solidaritas yang lebih besar dan mendorong orang-orang di kantor pelayanan publik untuk membuka kesempatan kerja. Sebab, hal ini berarti merawat martabat manusia."
Paus mengatakan, pengangguran adalah beban pada hati nurani kita. Sebab, ketika masyarakat diatur sedemikian rupa sehingga tidak terbuka kesempatan bagi orang untuk bekerja, berarti ada sesuatu yang salah dengan masyarakat. Itu situasi yang tidak benar.
"Hal ini bertentangan dengan Allah sendiri, yang ingin kita bermartabat dengan pekerjaan kita. Kekuasaan, uang, dan budaya tidak memberi kita martabat," katanya. "Bekerja, bekerja dengan jujur, memberi kita martabat."
Eksploitasi oleh Sistem Sosial dan Politik
Namun, ia mengatakan, hari ini banyak sistem sosial, politik dan ekonomi telah memilih untuk mengeksploitasi manusia di tempat kerja, dengan tidak membayar pekerja, membayar upah rendah, tidak menawarkan kesempatan kerja, fokus hanya pada neraca keuangan, hanya melihat berapa keuntungan didapat. “Ini melawan Tuhan!"
Manusia sering dianggap kurang penting daripada hal-hal yang memberikan keuntungan kepada mereka yang memiliki kekuatan sosial, ekonomi dan politik. “Sampai di mana kita mencapainya?" tanyanya.
Tentang kasus di Bangladesh, Paus mengatakan, “Ini adalah apa yang disebut sebagai kerja paksa." “Hari ini, kita tidak bisa lagi mengatakan apa yang Paulus katakan, Siapa yang tidak bekerja, tidak boleh makan. Tapi kita harus mengatakan, ‘Dia yang tidak bekerja telah kehilangan martabatnya, karena ia tidak dapat menemukan kesempatan."
Masyarakat yang tidak dapat menawarkan peluang bagi seseorang untuk bekerja adalah masyarakat yang melucuti martabat orang tersebut, katanya.
Dia mengingatkan tentang dua kata kunci, bekerja dan berdoa. Pekerjaan merupakan bagian dari rencana Tuhan yang penuh kasih bagi umat manusia, yang terpanggil untuk berpartisipasi dalam karya penciptaan.
Ketika, dalam Kitab Kejadian, Tuhan mengatakan kepada Adam dan Hawa untuk ‘memenuhi bumi dan menaklukkannya,’ kata Paus bahwa "itu tidak bermakna untuk mengeksploitasi, tapi mengolah, menjaga, dan merawat karyanya. "
Pekerjaan memberi martabat pada rakyat dengan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam ciptaan Allah, menghidupi diri dan keluarga mereka dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan bangsa mereka, katanya.
Paus menyerukan solidaritas dan upaya membantu mengatasi pengangguran dan mendorong pemerintah untuik membuka peluang kerja. Untuk kaum muda juga diimbau untuk tidak menyerah dari harapan. "Selalu ada cahaya di cakrawala," katanya.
Paus juga menyinggung masalah perbudakan. "Banyak orang di seluruh dunia menjadi korban dari jenis perbudakan, di mana orang tersebut menjadi pelayan pekerjaan," katanya. "Pekerjaan harus menawarkan layanan kepada orang yang bekerja, sehingga mereka memiliki martabat."
Sementara itu, Martin Junge melihat masalah di Bangladesh tidak lepas dari kepentingan Eropa sebagai pasar produk garmen di sana. Untuk itu, masalah di Bangladesh juga harus dicarikan solusinya dengan melibatkan masyarakat di Eropa.
Editor : Sabar Subekti
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...