Pelajar Muslim Pakistan Terkesan ketika Kunjungi Gereja Pertama Kalinya
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Bila Anda seorang Kristen, berapa kali dalam satu tahun ini mengunjungi masjid atau vihara? Atau belum pernah? Juga Anda yang beragama Islam, berapa kali mengunjungi gereja? Pernahkah terpikir mengunjungi tempat-tempat ibadah mereka yang berlainan agama dengan kita? Atau adakah anak-anak kita dibiasakan memahami perbedaan iman dengan cara yang akrab dan bersahabat, misalnya dengan mengunjungi rumah ibadah yang berbeda agama?
Amerika Serikat ternyata memikirkannya dan melakukannya. Sebanyak 85 pelajar SMA dari seluruh dunia berkumpul di Washington AS dan mereka melakukan perjalanan lintas iman yang untuk sebagian besar di antara mereka baru pertama kali dilakukan: mengunjungi tempat ibadah agama yang berbeda darinya. Perjalanan tersebut merupakan bagian dari konferensi bertajuk Better Understanding for a Better World (BUBW), yang diselenggarakan di di Baltimore, Maryland.
“Program lintas agama ini sangat penting karena banyak siswa yang belum pernah ke gereja, mesjid, atau sinagoga, dan mungkin mereka hanya mendengar hal-hal negatif mengenai agama lain. Penting bagi mereka untuk mendengar langsung dari pemuka agama, dan tidak menghakimi hanya berdasarkan apa yang mereka dengar dari orang lain,” kata Imam Mohammad Bashar Arafat, pencetus Konferensi BUBW, sebagaimana dilansir oleh VOA Indonesia.
Hasilnya positif bagi para peserta. Halimah Syarifi, siswi asal Pakistan, mengaku terkesan ketika mengunjungi gereja untuk pertama kalinya.
“Banyak yang saya pelajari. Untuk pertama kalinya saya ke gereja, berbicara dan bertanya dengan pendeta. Dan saya juga melihat Taurat untuk pertama kalinya,” ujar Halimah.
Hal yang sama diungkapkan oleh Priya Parkash, juga dari Pakistan. "Merupakan pengalaman belajar yang berharga dan sangat menarik dapat melihat apa itu gereja, sinagoga dan masjid. Lebih jauh berbicara dan berdiskusi tentang berbagai isu dengan para pemimpin tempat ibadah ini memberi manfaat. Sangat menarik menyadari betapa pun berbedanya agama kita, kita semua memiliki tujuan yang sama, dunia yang bersatu," kata dia, melalui blognya.
"Karena saya berasal dari negara yang mayoritas penduduknya Muslim, sangat menarik mengamati bagaimana masjid bekerja di AS dan bagaimana mereka berbeda dengan yang ada di Pakistan. Dan karena sejak kecil saya bersekolah di sekolah Katolik, sangat menarik mempelajari lebih banyak lagi tentang Kekristenan," lanjut dia.
"BUBW mengajarkan kepada saya untuk melihat dunia dengan cara membuang batas-batas agama dan ras."
Chris Solisa, pelajar SMA Negeri Unggulan Siwalima Ambon, satu dari tujuh peserta asal Indonesia, juga mengaku memetik pelajaran berharga.
“Ternyata permasalahan yang terjadi di dunia ini yang sepertinya menyangkut agama, sebenarnya bukan agama, tapi hanya manusia-manusianya saja yang mengatasnamakan agama dan Tuhan, yang menyalahgunakan itu untuk keperluan mereka sendiri,” kata Chris.
Kemarin, (24/4), mereka mengunjungi masjid komunitas muslim Indonesia (Indonesian Muslim Association in America atau IMAAM Center) di Silver Spring dan berdiskusi tentang agama Islam.
Bagi sebagian peserta non-Muslim, itu adalah pertama kalinya mereka menginjakkan kaki di mesjid dan mendengar suara adzan.
Berbicara di depan 85 remaja Kristen, Muslim dan Yahudi dari 35 negara, Imam Mohammad Bashar Arafat berupaya meluruskan persepsi yang keliru.
“Sayangnya kata ‘Allahu Akbar’ kini disalahgunakan untuk terorisme. Padahal kenyataannya, itu adalah panggilan untuk sholat,” kata Bashar Arafat.
Imam Arafat adalah Pendiri dan Presiden Yayasan Pertukaran dan Kerjasama Peradaban, lembaga nirlaba yang bertujuan mengedepankan perdamaian dan kerja sama.
Selama lebih dari 20 tahun, laki-laki asal Suriah ini telah berupaya meningkatkan pemahaman antara Muslim dan penganut keyakinan lain di AS, lewat berbagai program lintas agama. Salah satunya lewat konferensi BUBW, yang didukung Departemen Luar Negeri AS, sejak 2006.
Di masjid IMAAM Center, para siswa mendapat kesempatan untuk melihat langsung ibadah sholat Jumat. Kemudian mereka mengikuti sesi tanya jawab, serta dialog lintas agama yang dipandu Imam Arafat, dan Pastor William A. Au dari Gereja Shrine of the Sacred Heart Baltimore.
Dalam konferensi lima hari yang berakhir hari Minggu, para peserta juga belajar tentang multikulturalisme dan kepemimpinan.
Hampir semua pesertanya merupakan pelajar asing yang sedang mengikuti program pertukaran pelajar selama setahun di AS, dengan dukungan Deplu AS.
Imam Arafat berharap mereka bisa menyerap hal-hal positif yang dipetik selama tinggal di AS, dan menerapkannya di negara asal mereka.
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...