Loading...
INSPIRASI
Penulis: Julianus Mojau 09:26 WIB | Selasa, 31 Januari 2017

Pelajaran dari Menanam Singkong

Belajarlah dari cara menanam singkong supaya tidak ada kepahitan hidup setelah pemilihan nanti!
Foto: istimewa

SATUHARAPAN.COM – Pada suatu hari saya janjian dengan salah seorang senior untuk sharing bagaimana seharusnya menetapkan pilihan yang tepat dalam menghadapi pilihan-pilihan yang sulit. Setelah lama menunggu—karena terlambat dari jam pertemuan yang telah disepakati—ia pun datang sembari memberitahukan alasan keterlambatannya.

”Maaf, saya terlambat,” katanya, ”karena tiba-tiba putri saya memberi tahu bahwa ayah mertua saya minta bibit singkong untuk ditanam di halaman rumah mereka. Jadi, saya membantunya untuk mengambil bibit itu. Juga saya harus memberi tanda pada pangkal dan ujung. Ini penting supaya saat mereka menanam tidak salah meletakan. Jangan sampai ujungnya mereka jadikan pangkal dan pangkalnya menjadi ujung. Jika ditanam seperti itu, singkong akan tumbuh lambat dan juga umbinya pahit sehingga tidak bisa  dimakan!”

Alasan keterlambatan membuat saya merenung. Seharusnya dalam kebersamaan dan hidup ini pun kita harus menyadari perbedaan itu. Kita harus belajar dari alam. Semuanya harus mengalir secara alamiah. Jangan dibolak-balik. Pengetahuan harus memberi arah kepada kita untuk menjalani kehidupan ini mengalir mengikuti tujuan hidup yang sudah ditetapkan.

Begitu juga dalam organisasi. Siapa pun harus setia pada visinya sebagai pengarah aktivitas. Sayang sekali, tidak jarang orang membolak-balik kebersamaan ini karena tidak menyadari perbedaan antara pangkal dan ujung. Malahan ada orang yang mengaku menjadi pangkal padahal sesunggungnya dia hanya ujung saja. Dan lebih hebat lagi mengaku menjadi akar padahal dia hanya ranting saja.

Sejatinya, kepahitan hidup itu, sangat tergantung pada pilihan kita. Baik secara pribadi maupun secara sosial. Allah tidak mungkin membuat kita untuk hidup dalam kepahitan hidup. Tetapi kepahitan hidup itu disebabkan oleh ketidakmampuan kita membedakan antara pangkal dari ujung, antara akar dan tajuk.

Yang lebih celaka lagi, kalau kita mengaku diri sebagai akar kehidupan orang lain. Seolah-olah tanpa kita orang lain tidak bisa hidup. Dan ini biasanya dilakukan para politisi menjelang hari-hari pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Atau Wakikota dan Wakil Walikota dan Bupati dan Wakil Bupati. Mereka datang penuh janji-janji manis. Tetapi, setelah pemilihan kepahitan pun dialami lagi oleh rakyat. Hanya karena kekuasaan politik untuk menguasai sumber hayat orang banyak yang seharusnya tidak pantas menjadi pangkal mengaku menjadi pangkal kehidupan sosial yang sejahtera secara berkeadilan.

Tentu saja, kita patut menghargai setiap calon kepala daerah. Namun, kita juga harus kritis agar tidak salah memilih antara mana yang pangkal dan ujung; antara akar dan tajuk. Sebab kalau salah meletakkan pilihan, yang seharusnya menjadi akar malah tidak menyatu dengan kehidupan nyata rakyat. Dan kalau itu yang terjadi maka rakyat jugalah yang akan merasakan kepahitan hidup di kemudian hari.

Selamat memilih kepala daerah! Belajarlah dari cara menanam singkong supaya tidak ada kepahitan hidup setelah pemilihan nanti!

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home