Pelanggaran KBB di Indonesia Alami Peningkatan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Wahid Foundation, Yenny Zannuba Wahid atau yang biasa disapa Yenny Wahid, mengemukakan pelanggaran terhadap Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia pada tahun 2016 mengalami peningkatan.
“Tahun 2016 tantangan pelanggaran KBB tidak bisa dikatakan berkurang malah sebetulnya naik sebanyak tujuh persen,” kata Yenny saat memberi materi dalam acara “Laporan Tahunan Kemerdekaan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia Tahun 2016 Wahid Foundation”, di Hotel Sari Pan Pacific, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, hari Selasa (28/2).
Dia mengatakan, berdasar penelitian yang dilakukan Wahid Foundation, pada tahun 2015 telah terjadi sebanyak 190 peristiwa pelanggaran KBB. “Tahun 2016 jumlahnya naik menjadi 204 peristiwa,” kata dia.
Yenny menjelaskan tindakan pelanggaran KBB yang terbanyak yakni kriminalisasi berdasar agama atau keyakinan, dan penyesatan agama atau keyakinan.
Dia menjelaskan dalam analisis Wahid Foundation, dari sisi pelaku pelanggaran KBB tidak lagi melakukan kekerasan dalam bentuk fisik, namun pelaku pelanggaran lebih banyak melakukan langkah hukum. “Sedikit-sedikit melaporkan (penegak hukum), sedikit-sedikit menuntut,” kata dia.
Kasus Besar pada 2016
Wahid Foundation mengamati bahwa ada dua kasus besar yang perlu dikawal dan dicermati proses hukumnya hingga tahun 2017 ini yakni pengusiran mantan pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Kalimantan Barat, dan kerusuhan di Tanjung Balai, Sumatera Utara.
“Dua kasus besar ini, bagi kami sangat menodai iklim toleransi di Indonesia, yang kita ingin catat dalam kasus Tanjung Balai adalah penggunaan media sosial sebagai salah satu sarana efektif yang memicu diskriminasi,” kata dia.
Wahid Foundation, kata dia, mengambil sikap dalam sejumlah kasus pelanggaran KBB di Indonesia sesungguhnya dasar hukum yang seharusnya digunakan penegak hukum lebih tepat digunakan bukan pasal penodaan agama, tetapi pasal tentang ujaran kebencian.
Dia menambahkan apabila sebuah kasus pelanggaran KBB, dan aparat penegak hukum dengan mudah mengkategorikan sebagai kasus yang tergolong penodaan agama maka dikawatirkan akan menjadi konflik yang semakin meluas.
Dia menceritakan pada tahun 2010, Wahid Foundation dengan sejumlah jaringan masyarakat sipil mengajukan judicial review (peninjauan kembali) ke Mahkamah Konstitusi untuk menghilangkan pasal penodaan agama tetapi ternyata gugatan Wahid Foundation digugurkan Mahkamah Konstitusi. “Kami melihat potensinya besar sekali untuk terjadi kriminalisasi atas dasar pasal ini,” kata dia.
Sebaran Wilayah Pelanggaran KBB
Yenny menjelaskan dari segi sebaran wilayah, peristiwa pelanggaran KBB pada tahun 2016 terjadi di 30 provinsi. Sepuluh provinsi dengan peristiwa tertinggi, berdasar data Wahid Foundation, di peringkat pertama ditempati Jawa Barat, yang di dalamnya terjadi 28 peristiwa, di urutan kedua ditempati DKI Jakarta yang di dalamnya terjadi 25 peristiwa,.
Pada peringkat ketiga ditempati Jawa Timur yang di dalamnya terjadi 22 peristiwa, Pada peringkat keempat ditempati Jawa Tengah yang di dalamnya terjadi 14 peristiwa.
Pada peringkat kelima ditempati Kalimantan Timur yang di dalamnya terjadi 14 peristiwa. Pada peringkat keenam ditempati Jambi yang di dalamnya terjadi sembilan peristiwa.
Pada peringkat ketujuh ditempati Sulawesi Selatan yang di dalamnya terjadi delapan peristiwa.
Pada peringkat kedelapan ditempati Daerah Istimewa Yogyakarta yang di dalamnya terjadi delapan peristiwa. Pada peringkat kesembilan ditempati Banten yang di dalamnya terjadi delapan peristiwa. Pada peringkat kesepuluh ditempati Sumatera Utara yang di dalamnya terjadi delapan peristiwa.
Tren Global
Yenny mengemukakan tren peningkatan pelanggaran KBB tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga dalam skala global.
Dia memberi contoh sejumlah kebijakan yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga dilakukan sejumlah kelompok ekstrem kanan di beberapa negara Eropa yang melakukan pembatasan dan diskriminasi terhadap imigran, khususnya dari negara-negara mayoritas Islam.
“Di AS ketidakpuasan terjadi ketika satu persen dari masyarakat yang menguasai mayoritas aset di AS dapat mengalahkan mayoritas warga AS,” kata dia.
Yenny mengemukakan sosok seperti Donald Trump adalah orang yang menawarkan solusi simplistik terhadap permasalahan AS.
“Trump terlalu menyederhanakan masalah dengan berpendapat bahwa kalau di Amerika, Islam adalah penyebab masalah,” kata dia.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...