Pelanggaran Kebebasan Beragama, Ancam Stabilitas Negara
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), John Kerry, dalam publikasi laporan Kebebasan Beragama Internasional 2012 (International Religious Freedom Report) mengatakan bahwa sebuah pemerintahan yang melanggar hak warga dalam kebebasan beragama warga dengan mengancam stabilitas negara.
Laporan yang disusun oleh Departemen Luar Negeri AS dan dipublikasikan Senin (20/5) itu berisi pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi di seluruh belahan dunia. Dalam laporan itu setidaknya ditemukan beberapa jenis pelanggaran antara lain pelarangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah, penghujatan, anti semitisme (pada suku tertentu), kekekrasan oleh kelompok-kelompok tertentu yang kebal hukum, dan intoleransi.
Sebagai salah seorang yang ikut menandatangani UU Internasional Kebebasan Beragama (International Religious Freedom Act/IRFA) dalam kongres tahun 1998, John Kerry mengatakan bahwa “Laporan ini adalah titik terang dalam menghadapi tantangan ketika berusaha mencari kebebasan beragama sebagaimana pemenuhan hak untuk beribadah.” Dia mengungkapkan bahwa laporan ini adalah wujud nyata komitmen AS dalam membela kebebasan beragama secara internasional.
Tren pelanggaran oleh pemerintah umumnya berupa UU yang membatasi kebebasan berpendapat dan ditujukan bagi mereka yang dianggap musuh dalam berpolitik. “UU seperti ini melanggar kebebasan dasar untuk berekspresi dan beragama, kami percaya bahwa UU seperti ini harus dicabut," ungkap Kerry.
Tren pelanggaran lain yang dia ungkapkan adalah adanya peningkatan gerakan anti-semit. Gerakan yang mengungkapkan kebencian kepada suku tertentu, dalam hal ini adalah orang Yahudi. Hal ini didasarkan pada informasi dari Ira Forman, mantan pimpinan Dewan Demokrasi Nasional AS yang diutus secara khusus untuk memantau dan memerangi gerakan anti-semit.
Upaya Menegakkan Kebebasan Beragama Internasional
Susan Johnson Cook, duta Kebebasan Beragama Internasional (International Regious Freedom/IRF) menghimbau agar memantau secara khusus kelompok minoritas berdasar agama yang ada di Syria, Irak, Myanmar, dan beberapa sekte yang tersebar di Pakistan, serta peningkatan gerakan anti-semit di Eropa.
Senada dengan itu, Rob Schenck yang menjabat Presiden Dewan Rohaniwan Nasional Aliansi Gereja Evangelis Internasional (National Clergy Council Evangelical Church Alliance International) mengatakan bahwa himbauan Johnson Cook adalah sebuah “jembatan.” Jembatan penghubung komunikasi para pemimpin pemerintah dan agama di dunia, khususnya memberikan perhatian kepada pelanggaran kebebasan beragaman.
“Meski dia perempuan, dia memiliki iman yang tangguh dan pengharapan yang kuat,” komentar Schneck terhadap Cook. Hal itu terlihat dari kunjungan duta IRF ke vietnam untuk mengapresiasi pemerintah negara itu yang membuka kemungkinan bagi warganya untuk melakukan ibadah secara masiv. Selain itu juga terlihat dari perhatian Cook kepada Pendeta Amerika Saeed Abedini yang ditahan oleh pemerintah Iran delapan tahun karena memiliki kewarganegaraan ganda AS dan Iran.
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...