Pelatihan Membuka Kesempatan Kerja bagi Penyandang Disabilitas Intelektual
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Ada 200 juta lebih orang dengan disabilitas intelektual di seluruh dunia menurut International Labour Organization (ILO). Banyak di antara mereka untuk menemukan pekerjaan tetap merupakan tantangan terbesar. Sebuah kisah dari negeri China, menceritakan Li Chao, tentang bagaimana bantuan kecil bisa memberikan perubahan besar.
Li Chao saat ini bekerja di restoran Wang Feng di Fengtai distrik, Beijing selama tiga tahun, menghasilkan sekitar 1.600 Yuan (Rp 2.600.000) per bulan cukup untuk menghidupi dirinya sendiri. Usianya 27 tahun tapi disabilitas intelektualnya yang bisa dibilang parah membatasi perkembangannya. Sebelum mendapat kesempatan kerja tersebut, Li mengalami banyak kesulitan yang sama seperti orang-orang disabilitas lainnya saat mencari pekerjaan tetap.
Orangtua Li, keduanya memiliki disabilitas intelektual, dan ia dibesarkan oleh pamannya, setelah ibunya meninggalkan rumah sejak Li kecil. Tidak ada sekolah ataupun lembaga pelatihan yang mau menerimanya setelah lulus SD, dari teman pamannya ia mendapatkan pekerjaan saat umur 16 tahun. Ia bekerja sebagai operator lift dengan penghasilan 500 Yuan per bulan (Rp 800.000) tapi ia keluar karena bosan harus menekan tombol setiap hari.
Di Distrik Fengtai Beijing, Lizhi Rehabilitation Center (Lizhi Center) yang bekerja sama dengan ILO, telah mengubah banyak hal secara dramatis bagi Li. Hal itu terjadi melalui pengembangan kemampuan sosial, pelatihan menjahit, membaca dan berhitung, kerajinan tangan, memasak, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan lain yang dibutuhkan pasar tenaga kerja.
“Saya suka berada di sana, karena gurunya memberikan kita teknik bagaimana menjadi orang yang berguna bagi masyarakat,” kata Li. Konselor kerja di pusat, Zou mengingat Li sebagai pribadi yang selalu ingin belajar. Ia ingat pada hari pertama Li mengatakan padanya, “Saya butuh pekerjaan dan saya ingin membantu paman saya.”
Pelatihan On the Job
Jalan menuju pekerjaan yang stabil tidaklah mulus dan Li menghadapi beberapa kesulitan ketika ia memulainya di Restoran Wang Feng. Salah satu kendalanya adalah bagaimana caranya berbicara dan bergaul dengan pekerja lainnya. Hal lainnya harus mengerti aturan dan tata kerja. Contohnya, restoran mendapat inspeksi dari lembaga pangan tapi Li tidak mengerti seharusnya ia tidak boleh berhenti memasak selama inspeksi berlangsung.
Akan tetapi atas bantuan Lizhi Center sebagai pelopor model “mendukung pekerja”, Li bisa menerima pelatihan on the job dan memperoleh keahlian yang memudahkan ia bekerja sebagai salah satu karyawan Restoran Wang Feng.
“Kebanyakan pelajar dengan disabilitas intelektual tidak bisa beradaptasi pada lingkungan kerja yang kompetitif untuk beberapa bulan pertama,” kata Feng Lu, kepala Lizhi Center. “Pelatihan kerja dan bantuan kenyamanan psikologis memungkinkan mereka mengatasi kendala,” ia menambahkan.
Salah satu kekurangan aturan program kejuruan adalah tidak memfasilitasi pelajar menghadapi masalah kerja pasca pelatihan, ketika disabilitas intelektual sudah berada di tempat kerja. “Pengamatan internasional menyatakan bahwa orang dengan disabilitas intelektual, pada pelatihan on the job harus lebih efektif, lebih baik langsung menempatkan dan melatih, daripada melatih dulu baru menempatkan,” kata Barbara Murray, Senior Spesialit Disabilitas dari ILO.
Pelatihan Kerja Lainnya
Meskipun kekurangan pelatih on the job profesional merupakan hambatan. “Sangat sedikit orang yang bisa dilatih untuk melakukan pekerjaan melatih,” kata Feng.
Melalui projek bantuan Irlandia AID-PROPEL (Hak Promosi dan Kesempatan bagi Pekerja Disabilitas melalui Perundang-undangan), ILO bekerja sama dengan Lizhi Center, Federasi Penyandang Disabilitas China (CDPF) dan Lembaga Pendidikan Khusus Beijing Union University (BUU) untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi orang seperti Li.
BUU melatih konselor kerja agar bisa memberikan pelatihan untuk orang dengan disabilitas intelektual. Profesor Xu Jiancheng, Dekan BUU mengatakan bahwa setiap orang dengan disabilitas intelektual selalu mempunyai masalah di berbagai tempat kerja. Oleh karena itu, rencana spesifik yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu sangat diperlukan.
“Penyandang disabilitas belajar bagaimana bekerja sama dengan orang bukan disabilitas dan dilatih cukup cepat,” kata Wang Huajie, merupakan satu dari 10 konselor yang bekerja pada Jinan Intellectual Bright Center di Provinsi Shandong, China Timur. Ia mengatakan pelatihan membuatnya memiliki pengetahuan dan teknik bagaimana mendukung orang dengan disabilitas intelektual.
Selama 2013 ini, PROPEL di China akan bekerja sama dengan Asosiasi Penyandang Disabilitas dan Keluarga mereka, CDPF dan BUU, untuk menyelenggarakan seminar dan melakukan pendekatan dengan pusat-pusat pelatihan kejuruan lainnya. Seminar akan menjadi langkah pertama dalam mengenalkan pendekatan kerja yang didukung melalui lebih dari 5.000 lembaga pelatihan kejuruan bagi penyandang cacat di China.
Editor : Yan Chrisna
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...