Pelaut Indonesia Terancam Menganggur
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Federasi Pekerja Transport Internasional (ITF) mendesak pemerintah Indonesia segera meratifikasi Konvensi Pekerja Maritim (Maritime Labour Convention, MLC) karena terancam jadi pengangguran karena tidak direkrut kapal internasional.
"Jika pemerintah tidak segera meratifikasi MLC maka akan membahayakan masa depan pelaut Indonesia karena mereka terancam tidak akan direkrut oleh perusahaan pelayaran di seluruh dunia," kata Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Hanafi Rustandi dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Kamis (12/2).
Hanafi yang juga Ketua ITF Asia Pasifik itu mengutip peringatan Sekjen ITF Stephen Cotton dalam suratnya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertanggal 5 Februari 2014 dengaan tembusan ke Menteri Perhubungan, Direktur International Labour Organization, dan KPI.
Dalam surat itu disebutkan, hingga kini MLC yang ditetapkan dalam sidang ILO di Jenewa tahun 2006 telah diratifikasi 56 negara. Mulai Agustus 2014 nanti, Port State Control (PSC) di seluruh dunia akan melakukan inspeksi bagi kapal-kapal yang terindikasi pelautnya bermasalah, terutama yang berasal dari negara-negara yang belum meratifikasi MLC.
Kapal-kapal Indonesia bisa menjadi target inspeksi, karena prosedur penempatan awak kapalnya tidak sesuai ketentuan MLC. Laporan yang diterima ITF, banyak manning agency (agen pengawakan kapal) melakukan pelanggaran, antara lain memungut biaya dari pelaut yang ditempatkannya.
Saat ini setidaknya satu kapal telah ditahan PSC karena ditemukan bukti pelaut membayar kepada "manning agent" untuk mendapatkan pekerjaan di kapal.
Konvensi internasional itu secara komprehensif mengatur ketentuan standar minimum bagi pelaut yang bekerja di industri pelayaran global, serta sistem perekrutan yang dilakukan "manning agency".
Pemilik kapal harus membuktikan kepada negara bendera kapal bahwa yang merekrut sesuai dengan standar dan ketentuan MLC.
Bagi Indonesia yang belum meratifikasi MLC, menurut Sekjen ITF, kondisi seperti itu akan memperlemah dan menyulitkan pelautnya di bursa kerja internasional di masa depan.
Ratifikasi MLC, menurut Hanafi, tidak perlu dengan undang-undang, karena membutuhkan waktu lama, cukup dengan Keputusan Presiden (Keppres).
Kajian Akademis
Kepala Pusat Humas Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Suhartono mengatakan proses ratifikasi MLC masih dalam tahap pengajian akademis yang melibatkan sejumlah perguruan tinggi.
"Pengkajian termasuk substansi seluruh isi konvensi tersebut," katanya.
Kajian akademis dilakukan setelah MLC dibahas antar kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM.
Kemenakertrans merupakan "leading sector" dalam rencana ratifikasi MLC. Namun, dia tidak menjelaskan kapan selesainya kajian akademis itu untuk diproses selanjutnya.
Suhartono juga belum tahu kapan pemerintah akan meratifikasi MLC. "Saya kira secepatnya, bisa dalam bentuk undang-undang atau melalui keputusan presiden," ujarnya. (Ant)
Serangan Israel di Beirut Menewaskan Juru Bicara Hizbullah, ...
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Serangan langka Israel di Beirut tengah menewaskan juru bicara utama kelompo...