Pembunuh Cecil Disambut Pengunjuk Rasa
BLOOMINGTON, SATUHARAPAN.COM - Dokter gigi Amerika Serikat yang memicu kemarahan karena membunuh seekor singa bernama Cecil di Zimbabwe, Afrika, mulai bekerja lagi di kliniknya.
Walter Palmer tiba di kliniknya di Bloomington, Minnesota, sekitar pukul 07.00 waktu setempat, menurut bbc.com, langsung disambut pengunjuk rasa dan sekelompok wartawan yang sudah menantikannya. Seorang pengunjuk rasa perempuan meneriakkan kata-kata “ekstradisi Palmer”.
Karyawan klinik tampak mengawal Palmer dan pasien masuk ke dalam klinik, sementara polisi juga terlihat berada di tempat parkir mobil, di jalanan tak jauh dari klinik itu.
Walau dikejar-kejar wartawan dan diberondong pertanyaan, Palmer tidak memberi komentar.
Setelah membunuh Cecil, seekor singa yang dilindungi di Zimbabwe pada bulan Juli, Palmer sempat bersembunyi dan mengaku keluarganya mendapat ancaman.
Dalam wawancara dengan Minneapolis Star Tirbune dan Associated Press pada hari Minggu (6/9), seperti dikutip voaindonesia.com, Palmer mengatakan perburuan singa yang diikutinya adalah sah. Dia mengaku terkejut ketika mengetahui singa yang dibunuhnya itu singa yang terkenal dan dilindungi.
Dia juga mengatakan ingin segera kembali bekerja. "Saya perlu kembali mengobati pasien-pasien saya. Karyawan dan pasien mendukung saya, dan mereka ingin saya kembali. Itulah kenapa saya kembali," dia menjelaskan.
Tak lama setelah pembunuhan Cecil, Pemerintah Zimbabwe mengharapkan dia diekstradisi.
Cecil, Kebanggaan Taman Nasional Hwange
Wawancara dengan Minneapolis Star Tribune dan Associated Press itu adalah untuk pertama kalinya setelah beberapa pekan Palmer mengambil sikap diam. Hobi perburuan mahal yang dia tekuni mengantarnya membunuh salah satu singa kebanggaan Zimbabwe dan menimbulkan kemarahan masyarakat internasional.
Dalam wawancara dia mengatakan, tidak akan memburu singa bernama Cecil itu seandainya tahu singa itu terkenal dan penting bagi suatu negara atau bagi sebuah studi.
Dia juga mengaku, tidak ada seorang pun dari tim berburunya yang tahu nama singa itu sebelum atau segera setelah pembunuhannya.
Palmer membunuh singa langka yang akrab disebut Cecil. Di leher singa terkenal yang menjadi kebanggaan Taman Nasional Hwange itu terpasang pelacak gerak berbasis GPS. Cecil merupakan salah satu objek proyek riset Universitas Oxford.
Dokter gigi berusia 55 tahun itu mengatakan dia berburu secara legal dan tidak dikenai dakwaan kejahatan.
Palmer mengatakan, panah yang dilepaskannya dari luar perbatasan taman mengenai Cecil, namun singa itu tidak segera mati. Dia membantah cerita-cerita yang menyebutkan hewan yang terluka itu berkeliaran selama 40 jam sebelum akhirnya dibunuh dengan senjata api. Palmer mengatakan, singa itu terlacak keberadaannya keesokan harinya dan dibunuh dengan menggunakan panah.
Dia tidak mengungkapkan berapa banyak uang yang dia keluarkan untuk membayar kegiatan berburu di luar Hwange itu. Dia hanya mengatakan menghabiskan tidak lebih dari 50.000 dolar sebagaimana dilaporkan di media.
Pada sisi lain, Emmanuel Fundira, direktur kelompok konservasi Safari Operators Association of Zimbabwe mengatakan baru-baru ini Palmer bersama pemandunya memancing Cecil ke luar Hwange ke tempat yang tak terlindungi dengan menggunakan hewan mati yang diikatkan di kendaraan mereka sebagai umpan.
Fundira mengatakan, tim berburu Palmer berusaha menghancurkan alat pelacak GPS di leher Cecil namun tidak berhasil. Masih belum jelas apa yang terjadi pada bangkai Cecil. Palmer tidak mengungkapkannya dalam wawancara hari Minggu itu.
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...