Pemerintah Akui Belum Siap Kenaikan BBM
>JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Juru bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Saleh Abdurahman mengakui pemerintah belum siap menghadapi efek perubahan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) pada sektor transportasi.
“Kenaikan harga BBM ini banyak menimbulkan efek terhadap sektor transportasi, menjual bahan-bahan sembako itu mereka menaikkan harga karena ongkos transpornya naik. Perlu menjadi perhatian kita bahwa sektor tarif transportasi perlu disesuaikan mengikuti sistem penetapan harga BBM itu sehingga efek-efek psikologis bisa kita minimalis,” kata Saleh dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (4/4).
Saleh menegasakan pemerintah juga akan fokus menyusun kebijakan sektor transpotasi jika pemerintah menaikkan dan menurunkan harga BBM.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sejak 28 Maret 2015, terus menuai protes karena dinilai terlalu cepat. Kenaikan harga BBM berlaku mulai Sabtu (28/3) sebesar Rp 500 per liter yaitu untuk jenis Premium semula Rp 6.800 menjadi Rp 7.300 per liter, dan untuk jenis Solar semula Rp.6.400 menjadi Rp 6.900 per liter, merupakan konsekuensi dari kenaikan harga minyak mentah dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah.
Menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Yudha, meski DPR setuju pemerintah melakukan perubahan harga BBM sesuai mekanisme pasar, diharapkan perubahan tidak terlampau cepat.
“Kita ini kan punya kesepakatan makro bahwa pola pengalihan dari yang tadinya subsidi harga menjadi subsidi tepat sasaran, itu adalah konsep yang sudah mendapat persetujuan DPR dan direfleksikan ke dalam bentuk pasal-pasal yang ada di dalam APBNP, lantas siapa sih penerima subsidi yang terbesar? Kalau itu adalah pemakai premium mestinya premiumnya juga harus dijaga,” kata Satya.
Sementara menurut pengamat dari lembaga ekonomi Indef, Imaduddin Abdullah, apapun alasan yang disampaikan pemerintah seperti pemberian kartu sehat, kartu pintar serta beras untuk masyarakat miskin atau raskin, kenaikan harga BBM semakin menyulitkan masyarakat kurang mampu.
“Yang pasti kenaikan BBM ini selalu membuat harga-harga bahan pokok mengalami kenaikan. Bahan pokok ini menjadi pengeluaran lebih dari 50 persen dari anggaran masyarakat miskin, kalau masyarakat menengah ke atas masih punya saving untuk bisa menyesuaikan, tetapi ini korbannya lagi-lagi adalah masyarakat miskin,” kata Imadudin.
Direktur Center For Budget Analysis, Ucok Skydafi mengatakan kenaikan harga BBM kali ini merupakan harga mafia kerena jauh lebih tinggi diatas harga keekonomian saat ini, terutama untuk jenis Solar yang masih disubsidi pemerintah sebesar Rp 1.000 per liter. Ia menambahkan meski hak pemerintah menaikkan dan menurunkan harga BBM sesuai mekanisme pasar, ada baiknya dialog tetap dilakukan bersama DPR karena masalah BBM merupakan kebijakan publik.
“Makanya saya bilang kenapa ini harga mafia karena payung hukumnya tidak ada, tidak melalui mekanisme DPR ternyata ini kan jadi sewenang-wenang,” kata Ucok. (voaindonesia.com).
Editor : Eben Ezer Siadari
PGI Ajak Agama Bangun Perubahan Perilaku Pro Kehidupan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyatakan bahwa agama berpe...