Pemerintah Malaysia Ditantang Hargai Bahasa Melayu dalam Protokoler
KUALA LUMPUR, SATUHARAPAN.COM – Ketua Gabungan Penulis Nasional (Gapena) Malaysia Abdul Latiff Bakar mengatakan saatnya pemerintah menegakkan hukum yang menetapkan sanksi terhadap lembaga, departemen atau pemerintah daerah (PBT) yang gagal mendudukkan bahasa Melayu dalam urusan protokoler.
“Hal ini pernah kami usulkan berkali-kali, tetapi belum ada perkembangan, jika sekarang kita hanya bisa menegur, tetapi jika penegak hukum mana-mana pihak yang ingkar pada perintah ini (memartabatkan bahasa nasional) dapat dihukum,” kata Abdul Latiff ketika menjadi panel dalam forum Tantangan Bahasa Nasional Dalam Era Globalisasi, pada Kamis (25/6) seperti diberitakan bernama.com.
Dia menyarankan Kementerian Pendidikan Malaysia (KPM) mewajibkan senat Institusi Pendidikan Tinggi Awam (IPTA) mematuhi perintah memartabatkan penggunaan bahasa nasional dalam pemerintahan Malaysia.
“Seluruh kegiatan Proses Belajar-Mengajar perlu diwajibkan dilakukan dalam bahasa Melayu, penulisan jurnal-jurnal dan laporan untuk tujuan promosi dosen juga wajib dalam bahasa Melayu. Sebagai lembaga pendidikan, mereka memiliki tanggung jawab yang besar untuk memartabatkan bahasa Melayu dan tidak hanya mengejar 'peringkat' saja,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Malaysia Awang Sariyan mengatakan DBP akan mengadakan audit bahasa ke atas enam IPTA sebagai langkah memastikan IPTA negara ini mengikuti petunjuk ditetapkan.
Dia menyebut DBP telah mengaudit 37 dari 149 PBT di seluruh negara sebagai langkah memberi penghargaan ke PBT yang menggunakan bahasa Melayu dalam urusan resmi mereka.
“Dari audit yang kami jalankan, tingkat penggunaan bahasa Melayu dalam urusan resmi termasuk iklan masih tidak memuaskan. Namun ada beberapa PBT yang kami tarafkan lima bintang antaranya Kotamadya Shah Alam (MBSA),” kata dia.
Katanya peringkat tersebut adalah upaya pemerintah untuk mendorong PBT memartabatkan bahasa Melayu.
Ketua Dewan Pengelola DBP Dr. M Salleh Yaapar mengatakan sistem pendidikan harus mempertahankan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dan penggunaannya bukanlah disebabkan kelemahan bahasa Inggris dalam kalangan siswa.
“Kami akui kepentingan dan bukan menentang bahasa Inggris, bahasa-bahasa lain dapat kuasa termasuk bahasa Inggris, tapi itu bukan alasan untuk menggantikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah," kata dia. (bernama.com).
Editor : Eben Ezer Siadari
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...