Pemerintah Negosiasi Nilai Diyat Satinah
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah terus mengupayakan negosiasi dengan pihak keluarga korban terkait kasus hukum Satinah yang divonis hukuman mati di Arab Saudi karena nilai uang diyat yang diminta dipandang tidak masuk akal.
Menko Polhukam Djoko Suyanto dalam keterangan pers di pesawat kepresidenan disela-sela kunjungan kerja Presiden Yudhoyono ke Yogyakarta, Senin (24/3), mengatakan sejak awal terjadinya kasus tersebut memasuki proses hukum, pemerintah melalui kedutaan besar RI di Riyadh dan tim yang dibentuk sudah menangani masalah itu.
"Pemerintah Indonesia sudah sejak kasus itu ditangani oleh pemerintah Saudi dan diputus (oleh pengadilan) untuk hukuman mati telah melaksanakan banyak kegiatan untuk melobi baik kepada pemerintah maupun keluarga korban," katanya.
Dijelaskan Djoko, upaya banding hingga surat Presiden Yudhoyono kepada Raja Saudi sudah dilakukan dan menghasilkan pengampunan dari Raja, namun sesuai dengan aturan hukum di Saudi, pengampunan dari pihak keluarga merupakan kunci yang penting agar warga negara Indonesia itu lepas dari hukuman mati.
"Raja Saudi sebenarnya telah memberikan pemaafan pada yang bersangkutan, tetapi di Saudi Arabia yang berlaku adalah pemaafan dari keluarga korban. Ini yang menjadi kendala utama, pemerintah sudah beri ampunan, namun (harus melalui) 100 persen (pengampunan) dari keluarga korban," kata dia.
Menko Polhukam mengatakan, Satinah melalui proses pengadilan di Saudi Arabia terbukti melakukan pembunuhan dan perampokan terhadap majikannya, meski demikian pemerintah terus berusaha melakukan upaya agar ia tidak menjalani hukuman mati.
Tim yang dibentuk oleh pemerintah untuk menangani masalah hukum yang dialami warga negara Indonesia di Saudi Arabia, juga berulangkali telah menemui keluarga korban dan membicarakan masalah uang pengganti atau diyat, namun angka yang diajukan pihak keluarga dinilai tidak masuk akal.
"Secara tradisional, permintaan diyat, sekitar harga 100 hingga 150 ekor unta kalau kita perhitungkan sekitar Rp 1,5 sampai Rp 2 miliar itu angka-angka secara konvensi atau adat," kata Djoko.
Pemerintah pernah memenuhi pembayaran diyat dalam kasus Sadinem.
Namun dalam proses negosiasi dalam kasus Satinah, pihak keluarga meminta Rp 25 miliar.
"Namun upaya pemerintah terus dilakukan jadi terkait dengan kegiaatan itu kita masih utus dari Kemlu, (juga) dari Pak Maftuh yang dari awal mengurus masalah ini untuk datang kembali ke pihak keluarga untuk negosiasi, karena tidak mungkin dan masuk akal, meminta tebusan Rp 25 miliar," kata dia.
Pemerintah, kata Djoko, tidak menginginkan uang diyat ini menjadi semacam komoditas. Pemerintah juga meminta masyarakat untuk bisa memahami persoalan mengenai Satinah secara utuh dan proses apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk meringankan hukuman Satinah. (Ant)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...