Pemerintah Tunggu Ijin Ulama untuk Pulangkan Pengungsi Syiah Sampang ke Kampung Halaman
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Perumahan Rakyat (Menpera), Djan Faridz menjanjikan pemulangan warga Syiah Sampang Madura kembali ke kampung halaman mereka, namun rencana pemulangan tersebut menunggu persetujuan dari para ulama dan Gubernur Jawa Timur (Jatim).
"Kami sudah menyiapkan program infrastruktur saat mereka yang di pengungsian kembali ke Sampang, tapi kami menunggu para ulama. Kalau para ulama dan Gubernur Jatim bilang “go” (jalan), maka kami jalan," kata Djan Faridz, pada pertemuan rekonsiliasi warga Sampang di Rektorat IAIN Sunan Ampel, Surabaya, Selasa (24/7) malam.
Seperti disampaikan situs setkab.go.id, pada pertemuan tersebut dihadiri Gubernur Jatim, Soekarwo, Wakapolda Jatim, Ketua MUI Jatim, Ketua PWNU Jatim, Ahlul Bait Indonesia (ABI), Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), Iklil (komunitas Syiah Sampang), dan para ulama se-Madura.
Dalam kesempatan itu, Djan Faridz menegaskan, bahwa pemerintah memilih menunggu "lampu hijau" dari para ulama dan Gubernur Jatim, karena menurut dia, pemerintah tidak mungkin melakukan program yang sudah disiapkan, tapi di kemudian hari justru muncul konflik lagi, sehingga semuanya sia-sia.
"Program infrastruktur yang kami rencanakan adalah pembenahan rumah di dua desa yang dilanda konflik, yaitu Desa Karang Gayang, Sampang. Nanti pembenahan rumah ditingkatkan hingga dua kecamatan di desa-desa itu, bahkan kami juga akan mengembangkan ke pesantren," terang Djan Faridz.
Selain itu Menpera mengatakan, pengembangan program infrastruktur pada dua desa yang pernah dilanda konflik di Sampang, bukan semata-mata akibat masalah pengungsi dari komunitas Syiah, tetapi dukungan untuk pembangunan Madura yang lebih baik.
"Bukan soal pengungsi, tapi Presiden sudah beberapa kali mengadakan rapat koordinasi bahwa pembangunan harus pro-Madura untuk membangun Madura lebih baik, karena itu saya sudah menurunkan tim verifikasi untuk mengecek rumah-rumah tak layak," kata Djan Faridz.
Dukungan Banyak Pihak
Mengutip situs setkab, bahwa pemerintah masih menunggu sinyal penerimaaan dari ulama dan pemerintah daerah untuk mengembalikan komunitas Syiah dari relokasi, supaya tidak terjadi konflik kembali yang justru akan merugikan pemerintah.
"Pemerintah sekarang disoroti tidak melindungi minoritas, padahal masalah sebenarnya bukan soal Sunni-Syiah seperti dilaporkan media massa, melainkan masalah penodaan agama seperti yang sudah divonis pengadilan," ujar Menpera.
Senada dengan Menpera Djan Faridz, Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan bahwa penyelesaian hukum terkait bentrokan yang melibatkan warga Syiah Sampang sudah diputus secara final, karena itu kini tinggal menyelesaikan persoalan sampingan. "Yakni jangan kembali ke penodaan lagi, tapi ke infrastruktur," kata dia.
Dalam pertemuan rekonsiliasi yang dipandu Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Abd A’la itu, para ulama yang tergabung dalam Badan Silaturrahmi Ulama se-Madura (Bassra) dari empat kabupaten mendukung rencana pemerintah untuk melakukan pengembalian pengungsi komunitas Syiah di Jemundo, Sidoarjo, ke kampung halaman di Sampang.
"Kami siap menerima mereka kembali ke Sampang, tapi syaratnya mereka harus mematuhi vonis pengadilan yang ‘inkracht’ (berkekuatan hukum tetap) hingga banding ke tingkat MA, yakni kasus Tajul Muluk itu penodaan agama," kata ulama Bassra Sampang, KH Jakfar Shodiq.
Selanjutnya, ABI Jatim, IJABI Jatim, dan PWNU Jatim juga sepekat mendukung rencana rekonsiliasi itu. "Kami siap mendukung rekonsiliasi dengan dialog dan silaturrahim, jangan sampai ada paksaan. Kalau paksaan itu tidak akan melahirkan perubahan, tapi ubah dengan pencerahan," kata Zahid dari ABI Jatim.
Lebih dari sebulan warga Syiah Sampang menempati rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Puspa Agro Sidoarjo, Jatim, setelah mereka direlokasi pemerintah daerah setempat dari Gelanggang Olahraga Madura. “Orang-orang mungkin mengira kami kerasan (nyaman) di sini, tapi sebenarnya tidak. Kami ingin pulang ke rumah kami yang dulu, walaupun sekarang sudah tidak ada. Kami menginginkan kedamaian, bukan kekerasan. Kami tahu agama Islam tidak mengajarkan kekerasan tapi kedamaian,” ujar Tohir, seperti diberitakan satuharapan.com beberapa waktu lalu.
Editor : Yan Chrisna
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...