Pemilihan Wantimpres, Jokowi dalam Politik Balas Jasa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung Idil Akbar menilai sembilan sosok yang terpilih menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menunjukkan bahwa Presiden Joko Widodo belum mampu keluar dari tekanan politik balas jasa.
“Kalau kita lihat nama-nama yang diangkat sebagai anggota Wantimpres, terlihat Presiden Jokowi belum mampu melepaskan diri dari tekanan agar bisa memfasilitasi mereka yang telah membantu dalam Pemilu Presiden 2014 lalu,” ujar Idil kepada satuharapan.com, Senin (19/1).
Menurut dia, untuk ke sekian kalinya Presiden Jokowi membuat keputusan yang mengundang kebingungan dan pertanyaan masyarakat, apakah keputusan tersebut strategis dibuat secara independent dan bebas dari kepentingan politik. “Jika melihat komposisi Wantimpres yang baru dilantik, sepertinya sulit mengatakan bahwa Presiden Jokowi independent dan berdasarkan pertimbangan yang bijak,” kata Idil.
“Menurut saya, dalam pemilihan anggota Wantimpres ini Jokowi hanya mempertimbangkan kepentingan politik semata dan tidak bijak,” dia menambahkan.
Tidak Ada Aturan
Salah satu dosen di Jurusan Ilmu Pemerintahan UNPAD ini membenarkan tidak ada aturan yang mengatakan anggota Wantimpres tidak boleh diisi oleh orang partai politik. Tapi ia berharap setidaknya diisi oleh mereka yang memang ahli atau pakar dalam bidang-bidang yang ada, serta memiliki kebijaksanaan dalam pemikiran dan sikap.
“Dengan mayoritas diisi oleh orang partai ini semata mengakomodasi kepentingan politik saja,” ujar dia.
Idil mengatakan semestinya Presiden Jokowi tidak melakukan hal tersebut. Sebab, dalam posisi sebagai Presiden RI, semestinya Jokowi mampu bersikap tegas dan tidak menurut saja dalam tekanan.
“Coba dilihat ada nama Rusdi Kirana yang lebih dikenal sebagai pengusaha. Sulit menampik dipilihnya dia sebagai anggota Wantimpres itu bentuk balas jasa,” kata dia.
Idil pun mengaku ragu apakah anggota Wantimpres terpilih bisa menjalankan fungsi sebagai alat pertimbangan sebelum Presiden Jokowi mengambil kebijakan. “Sebab, pada akhirnya akan lebih dominan berbicara untuk kepentingan politik ketimpangan kepentingan publik,” kata pengamat politik dari UNPAD Bandung itu.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...