Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 13:46 WIB | Jumat, 23 Agustus 2024

Pemilu 2024: Demokrasi di Indonesia Dalam Ancaman

Sejumlah mahasiswa lintas perguruan tinggi berusaha menembus barikade polisi saat berunjuk rasa di Gerbang Pancasila Parlemen, Jakarta, hari Kamis (22/8/2024). (Foto: Antara)

SATUHARAPAN.COM-Bangsa Indonesia mencatat Pemilihan Umum 2024 penuh dengan berbagai masalah dan kepedihan yang arahnya kepada ancaman bagi demokrasi yang telah dibangun kembali setelah Reformasi tahun 1998 yang memakan banyak  korban dan penderitaan.

Hal ini dimulai dengan munculnya protes terkait berbagai keputusan. Pertama oleh Mahkamah Konstitusi yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, tentang syarat calon presiden dan wakil presiden yang memberi jalan lapang bagi anaknya Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.

Kemudian proses pemilihan umum di mana tuduhan bertebaran terkait tidak netralnya aparat negara dan pemerintah selama masa kampanye, sehingga menguntungkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu dan partai tertentu.

Bahkan lembaga penyelenggara Pemilu, terutama KPU (Komisi Pemilihan Umum), dihujani banyak kritik karena masalah dalam penghitungan suara, dan pelanggaran Pemilu yang tidak diproses dengan semestinya. Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, bahkan akhirnya dipecat, setelah dia beberapa kali mendapat peringatan keras dan terakhir atas pelanggaran etik.

Kali ini, menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di berbagai daerah pada bulan November, diwarnai kritik, karena DPR RI menunjukkan tidakan yang akan membangkang keputusan MK tentang syarat calon kepala daerah dan dinilai sebagai tindakan yang tidak menghormati prinsip negara berdasarkan hukum. Dan pembicaraan di publik ini juga mengarah kepada upaya sejumlah kalangan di DPR itu untuk memberi jalan bagi anak bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, untuk menjadi calon wakil gubernur.

Kali ini publik meluap dalam kemarahannya dengan berbagai elemen masyarakat menggelar protes di sejumlah kota pada hari Kamis (22/8). Ini juga didorong oleh respons Joko Widodo, yang dua bulan lagi mengakhiri jabatannya sebagai Presiden, dalam pernyataan yang dinilai tidak konsisten.

Dia menyebutkan putusan MK sebagai final dan mengikat ketika itu terkait dengan perubahan syarat calon presiden dan wakil presiden, dan putusan MK terkait sengketa hasil Pilpres. Namun pendapatnya berbeda ketika merespons putusan MK yang terakhir, bahkan menyebutkan juga menghargai sikap Baleg dan DPR RI, karena tampaknya itu tidak menguntungkan bagi anaknya.

Sudah menjadi pembicaraan umum, bahkan juga tersebar di berbagai media sosial dan video berisi diskusi tentang masalah ini. Dan yang memprihatinkan adalah hal itu mengarah kepada ancaman bagi demokrasi dan konstitusi yang mengamanatkan negara berdasarkan hukum.

Indonesia sekarang ini sebenarnya tidak dalam kondisi baik-baik saja. Secara ekonomi, misalnya, rakyat sedang menghadapi ancaman PHK massal, karena serbuan barang murah impor dari China yang berdampak pada runtuhnya usaha dan industri di Indonesia. Sayangnya, elite politik kita sibuk dengan urusan kekuasaan, bahkan dengan mengancam demokrasi, tetapi tidak peka pada tantangan yang dihadapi rakyat.

Kita berharap guncangan politik pada pekan ini menjadi yang terakhir, dan ini menjadi tantangan bagi presiden terpilih, Prabowo Subianto, terutama karena elemen-elemen ancaman demokrasi masih bercokol.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home