Pemilu Perlu Saksi Netral dari Bawaslu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dalam pemilihan umum (Pemilu) diperlukan juga saksi dari pihak yang netral seperti saksi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Kehadiran saksi dalam proses pemilihan umum sangat penting. tetapi sangat disayangkan bahwa selama ini hanya ada saksi dari partai politik peserta pemilu. Hal itu diperlukan dalam Pemilu legislatif, presidensial maupun pemilihan kepala daerah.
Hal ini dikatakan Lukman Hakim Saifuddin pada acara rutin Dialog Pilar Negara yang diselenggarakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada Senin (13/5) di Ruang Sekretariat MPR-RI.
“Saat ini yang paling vital pada setiap penyelenggaraan pemilu adalah kehadiran saksi, sangat disayangkan bahwa saksi-saksi hanya dari partai yang ikut pemilu.”ujar Lukman, “Saksi seharusnya ada juga yang dari Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) yang terjaga netralitasnya.” pungkasnya
Lebih lanjut, karena saksi amat vital peranannya dalam penghitungan suara dan juga ambil bagian dalam mengawasi pemungutan suara, Lukman menegaskan negara wajib melindungi saksi selama proses pemilihan umum berlangsung.
“Ada satu kewajiban penting negara terhadap kehadiran saksi dalam pemilu, sehingga kehadiran mereka dapat mensukseskan pemilu yang jujur dan adil,” tambah wakil ketua MPR dari Partai Persatuan Pembangunan ini.
Kalau di Mahkamah Konstitusi (MK) selama ini hanya soal sengketa pemilihan kepala daerah, maka sesungguhnya tak perlu terjadi karena penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tidak mempunyai saksi yang tangguh dan berintegritas.
“Sengketa yang ada di MK sesungguhnya tak perlu terjadi apabila ada saksi yang netral. Kalau tidak ada saksi netral, dikhawatikan partai-partai yang kuat dananya akan menjadi pemenang, apalagi dulu banyak kasus jual beli suara.” ujarnya.
Senada dengan Lukman, Nelson Simanjuntak yang hadir sebagai salah satu narasumber berasal dari Badan Pengawas Pemilu, setuju dengan ide Lukman, akan tetapi ada keprihatin dari Nelson karena yang terjadi di lapangan, saat ini malah banyak saksi yang tidak paham apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya.
"Sistem pemilu yang ada saat ini adalah proporsional, kalau ada usulan dari Pak Lukman bahwa ada saksi dari Bawaslu, maka kami menyambut baik sekali, kami siapkan di TPS (Tempat Pemungutan Suara),” ujar Nelson “Nah, tetapi, kendala yang ada di lapangan terkadang ada saksi yang tidak paham apa yang harus dilakukan saat pemilu atau pemilukada berlangsung.”
Dalam dialog rutin yang kebetulan menghadirkan Nelson Simanjuntak dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Akbar Tanjung itu, Lukman mengatakan bahwa MPR melihat pemilu didasarkan pada sisi konstitusi yakni Pasal 22e Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, antara lain berbunyi, ayat (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali, ayat (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Oleh karena itu Lukman berpendapat bahwa pemilihan umum pada hakikatnya merupakan pengejawantahan kedaulatan rakyat karena merupakan momentum sirkulasi kepemimpinan nasional.
“Kalau MPR melihat pemilu dari sudut pandang konstitusi, karena pemilu didasari pada pasal 22e UUD 1945, di mana pemilu perwujudan dari kedaulatan rakyat, dari kedaulatan yang dipegang oleh rakyat inilah maka lahir kepemimpinan nasional, yang akan dirotasi dan ada sirkulasi atau pergantian di dalamnya,” ujar Lukman “Sirkulasi kepemimpinan ini penting, karena kalau puncak kekuasaan terlalu lama akan menjadi pemerintahan yang cenderung korup.” pungkasnya.
Editor : Sabar Subekti
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...