Pemprov DKI dan PPATK Tindak Tegas Pencucian Uang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Rabu (21/1) siang telah melakukan penandatanganan nota kesepakatan dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta Pusat. Nota kesepakatan itu sengaja dibuat dalam rangka untuk mencegah dan menindak tegas tindak pidana pencucian uang.
Kepala PPATK, M. Yusuf mengatakan PPATK bersedia membantu program pemerintah DKI dalam menjalankan kebijakannya, salah satunya dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Kami juga berharap jika nantinya ada proyek-proyek yang disalahgunakan oleh oknum, kami bisa bantu,” ujar Yusuf saat ditemui awak media seusasi penandatanganan MOU.
Bekerja sama dengan PPATK, Pemprov DKI akan membatasi transaksi uang tunai, yakni maksimal Rp 25 juta per transaksi.
DKI Jakarta sebagai pemerintah daerah pertama yang membatasi peredaran uang tunai diharapkan nantinya akan menjadi contoh model bagi pemerintah daerah lain untuk menerapkan hal serupa. “Penerapan pembatasan peredaran uang cash yang dapat diterapkan di daerah-daerah lain, untuk membatasi transaksi cash. Kalau ini bisa tersosialisasi, saya berhaap indonesia akan lebih baik. Untuk provinsi memang baru DKI. Ini pemerintah daerah pertama,” ujar Yusuf.
Sementara itu, sampai saat ini di tubuh pemerintah provinsi DKI diindikasi ada oknum pemegang rekening gendut.
“Pokoknya ada. Tunggu tanggal mainnya saja,” kata dia.
Sementara itu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok mengatakan semakin uang tunai itu dibatasi peredarannya, potensi korupsi akan semakin kecil.
“Kami sudah pernah tanya banyak hal pada beliau (Kepala PPATK, Red). Selama ini banyak proyek-proyek yang mangkrak, sekolah, jembatan, jalan, semua berantakan. Nah dengan MOU ini, kami bisa langsung minta bantuan kepada PPATK untuk menjabarkan siklus uang,” ujar Ahok.
Jika ada oknum yang menarik dana proyek secara tunai dalam jumlah yang massive, menurutnya perlu ada kecurigaan.
“Kali ini dengan e-budgeting kan pembatasan penarikan tunai bisa ita batasi, tapi yang masalah itu sampai ke pengadaan barang atau kontraktor, ini yang nggak bisa kami kontrol. Nah, di situlah kami butuh bantuan PPATk untuk menyelidiki,” ujar Ahok.
Gubernur, Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah, dan Kepala PPATK menurut Ahok memiliki ‘telinga yang tipis’.
“ Ketika kami dengar ada yang nggak bener, ya lanngsung stafin aja. Kami lebih baik salah menstafkan orang daripada salah kasih dia kesempatan. Ini hak preogratif saya,” ujar dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...